MAKALAH
PENGANTAR
STUDI ISLAM
Tentang:
ISU-ISU KONTEMPORER DALAM ISLAM
Di Susun Oleh:
1.
Merry Lestania 4. Darmin
2.
Lilis suryani 5. Ilham
3.
Ahyadin 6. Mu’amar Kadafi
Dosen Pengampu : Dewi Masita M.Pd
Jurusan : Al-Ahwal Al-syakhsyyiah
Fakultas : Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH BIMA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan limpahan Rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya sebagai penulis dapat menyusun makalah ini dengan
baik, tidaklupa pula shalawat serta salam atas junjungan Alam Nabi Besar
Muhammad SAW sang Pembimbing Yang Mulia.
Oleh
karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis sampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya atas bantuan dan
bimbingan mulai dari guru pembimbing yaitu Dewi Masita serta teman-temanku yang
selalu memberikan motivasi kepadaku.
saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini jauh dari sempurna, hal ini semata-mata karena keterbatasan kemempuan saya.
Tidak ada manusia yang sempurna dari kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya saya sebagai penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi diri penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amiin
Bima, 01 Desember 2016
Penulis
BAB II
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan islam di Indonesia memiliki mata rantai
yang cukup berliku. Sementara islam di nusantara ini memiliki kompleksitas
persoalan, dan dari sini islam hadir dengan membawa wajah tatanan baru dalam
masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas sosial, budaya, tatanan politik
dan tradisi keagamaan. Dalam perkembangannya upaya reaktualisasi
diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan dan sebagai manifestasi
agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam dinamis yanng diharapkan
mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer yang terjadi diberbagai
wilayah Indonesia, semisal terorisme, liberalisme, pluralisme, dan gender, yang
akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian isu-isu kontemporer dalam studi
islam?
2.
Apa saja isu-isu kontemporer dalam studi islam?
3.
Apa saja Islam Liberal ?
4.
Apa saja Islam dan Terorisme ?
C. Tujuan Penulisan
Agar kita mengetahui apa saja yang
tejadi atau isu-isu dalam islam kontemporer sekarang ini, mengetahui apa itu
terorisme, apa saja hukuman bagi terorisme, dan yag paling penting islam
Liberal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ISU KONTEMPORER
• Isu-isu global kontemporer
adalah isu yang berkembang serta meluas setelah Perang Dingin berakhir pada era
1990-an.
• Pengertian mengenai isu-isu global
kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tsb yang tidak lagi
didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme, diplomasi
krisis, dsb.
• Masyarakat internasional kini
dihadapkan pada isu-isu global yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New
World Order). Isu2 mengenai persoalan2 kesejahteraan ini berhubungan dengan
Human Security antara negara2 maju (developed) dengan negara2 berkembang
(developing countries) serta masalah lingkungan.
• Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda).
• Transformasi ini erat kaitannya dengan makin besarnya perhatian dunia terhadap bentuk baru ancaman tsb, terutama pasca tragedi 11 September 2001.
• Ancaman dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yg dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
• Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda).
• Transformasi ini erat kaitannya dengan makin besarnya perhatian dunia terhadap bentuk baru ancaman tsb, terutama pasca tragedi 11 September 2001.
• Ancaman dalam bentuk baru ini bukan berupa “serangan militer” yg dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam keamanan umat manusia (Human Security).
• Ancaman tsb dapat berupa
tindakan terorisme atau kejahatan transnasional yg terorganisir (Transnational
Organized Crime/TOC), kesejahteraan (kemiskinan), degradasi lingkungan, konflik
etnis dan konflik komunal yang berdimensi internasional, hutang luar negeri,
dsb.
• Bagi negara2 Dunia Ketiga,
isu-isu yg terkait dgn ancaman keamanan dalam bentuk baru (Human Security) ini
merupakan “ancaman keamanan yang nyata” karena memiliki relevansi dengan
kondisi domestik Negara2 Dunia Ketiga yg masih disibukkan oleh berbagai
persoalan mengenai:
1. Situasi transisi politik,
1. Situasi transisi politik,
2. Lemahnya kekuasaan pemerintah
akibat tidak maksimalnya upaya penegakan hukum,
3. Ketidakpastian politik,
4. Krisis ekonomi,
5. Masalah konflik di wilayah
perbatasan,
6. Konflik etnis dan konflik
komunal dengan berbagai dimensi internasionalnya,
7. Persoalan disintegrasi bangsa,
8. Peningkatan jumlah pelaku
terorisme,
9. Kemampuan melakukan tindakan
ancaman terhadap human security, dsb.
• Sifat Isu-isu Global Kontemporer adalah sbb:
1. Nonkonvensional,
2. Nontradisional,
3. Nonmiliter,
4. Multidimensional, dan
5. Transnasional.
• Berkembangnya isu-isu global
merupakan akibat dari perkembangan ancaman dan berbagai persoalan kontemporer
yang bersifat nonkonvensional, multidimensional, maupun transnasional tsb.
• Meluasnya persoalan global
kontemporer ini juga didorong oleh perkembangan teknologi, terutama teknologi
informasi dalam era globalisasi pasca Perang Dingin.
• Dengan demikian, isu-isu global
kontemporer dengan sifat2 utamanya tsb telah mengalami transformasi yang
menggeser persepsi mengenai ancaman keamanan yang bersifat konvensional.
• Berbeda dengan isu-isu global
kontemporer yang berkembang setelah Perang Dingin berakhir, ancaman keamanan
konvensional sebelumnya telah mendominasi isu-isu politik internasional selama
era Perang Dingin dengan hanya berorientasi terhadap ancaman militer atau
perluasan ideologis dari persaingan dua negara adidaya dalam sistem
internasional.
• Persoalan-persoalan yg dikategorikan sebagai isu ancaman nonmiliter/ nontradisional di antaranya adalah:
• Persoalan-persoalan yg dikategorikan sebagai isu ancaman nonmiliter/ nontradisional di antaranya adalah:
1. Degradasi lingkungan,
2. Kesejahteraan ekonomi,
3. Organisasi kriminal
transnasional,
4. Migrasi penduduk.
•
Karakterisitik isu-isu global kontemporer sbg ancaman keamanan nontradisional
adalah:
1. Isu global kontemporer yg merupakan ancaman keamanan bersifat nontradisional tsb tidak terpusat pada satu negara tertentu saja. Dengan demikian, ancaman yang merupakan bagian dari isu-isu global kontemporer ini tak hanya dihadapi oleh satu negara, tetapi telah mengancam sejumlah negara ttt sekaligus (memiliki dimensi regional dan global). Oleh karena itu, isu-isu global kontemporer sering disebut sbg “ancaman keamanan transnasional”.
2. Isu global kontemporer tidak terfokus pada suatu lokasi geografis ttt saja. Berdasarkan karakter geografisnya, isu-isu ini seringkali sulit “dikenali” karena sifatnya yg melewati batas-batas antarnegara hingga batas-batas regional (transnasional).
1. Isu global kontemporer yg merupakan ancaman keamanan bersifat nontradisional tsb tidak terpusat pada satu negara tertentu saja. Dengan demikian, ancaman yang merupakan bagian dari isu-isu global kontemporer ini tak hanya dihadapi oleh satu negara, tetapi telah mengancam sejumlah negara ttt sekaligus (memiliki dimensi regional dan global). Oleh karena itu, isu-isu global kontemporer sering disebut sbg “ancaman keamanan transnasional”.
2. Isu global kontemporer tidak terfokus pada suatu lokasi geografis ttt saja. Berdasarkan karakter geografisnya, isu-isu ini seringkali sulit “dikenali” karena sifatnya yg melewati batas-batas antarnegara hingga batas-batas regional (transnasional).
3. Isu-isu global kontemporer
tidak dapat dihadapi hanya dgn kekuatan militer semata. Memang kekuatan militer
dapat digunakan dalam eskalasi yang mengarah pada konflik bersenjata. Akan
tetapi, kekuatan militer pada jangka panjang tak dapat lagi digunakan secara
efektif untuk mengatasi ancaman isu-isu global tsb.
4. Persoalan keamanan yang
menjadi isu-isu global kontemporer telah mengancam eksistensi suatu negara
maupun individu2 yang merupakan bagian dari negara tsb.
B. ISU-ISU KONTEMPORER DALAM STUDI ISLAM
1. Islam
dan Liberal
Setelah
melalui sebuah pergulatan panjang selama satu dasawarsa, sejak tahun 1980-an,
pemikiran dan aksi Islam Indonesia tampak sekali mengalami perubahan yang
signifikan ini sekurang-kurangnya ditandai dengan tiga hal.
Pertama, format pemikiran era 1990-an jauh
berbeda dengan corak pemikiran Islam era 1960-an sebagai gelombang awal
pegulatan pemikiran Islam Indonesia. Pemikiran Islam era 1990-an merupupakan
kelanjutan dari corak pemikiran Islam tahun 1970 dan 1980-an dengan aktor-aktor
baru yang muncul di pentas nasional, seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman
Wahid, Djohan Effendy, Ahmad Wahib, Kuntowijoyo, Moeslim Abdurrahman, Amien
Rais, Jalaludin Rakhmad, Dawam Rahardjo, dan Munawir Sjadzali. Sementara pada
era 1990-an, muncul aktor-aktor baru, seperti Mansour Fakih, Azyumardi Azra,
Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer, Quraish Shihab, Amin Abdullah, dan
Budi Munawar Rachman.
Tahun
1990-an merupakan era di mana rezim Soeharto telah mulai menampakkan
tanda-tanda penerimaannya terhadap Islam. Di era ini negara sangat akomodatif
terhadap Islam sehingga pemikiran dan aksi Islam Indonesia juga cenderung
akomodatif. Sekalipun masih ada kelompok Islam yang konfrontatif, namun hal itu
bukanlah ditujukan pada negara secara langsung, tetapi lebih pada pemikiran
umat Islam sendiri, terutama dalam hal strategi perjuangan dan diskursus yang
dikembangkan. Ini sangat berbeda pada era tahun 1970-an dan 1980-an, dimana
artikulasi politik dan corak pemikiran Islam Indonesia cenderung konfrontatif
terhadap rezim kekuasaan.
Kedua, perubahan sikap rezim kekuasaan
terhadap Islam telah mendukung perkembangan pemikiran Islam era 1990-an. Corak
pemikiran Islam pada era ini sejatinya mempunyai kecenderungan menjembatani
ketegangan konseptual antara gagasan-gagasan keislaman dengan ide-ide politik
dan kenegaraan 1980-an di bawah rezim Orde Baru. Kondisi tidak produktif inilah
yang membuat para aktor pemikir islam era 1990-an mencoba menawarkan “jalan
tengah” agar trauma politik dan pengalaman pahit di bawah rezim Orde Baru tidak
terulang. “Jalan tengah” yang disodorkan adalah menawarkan
pemikiran-pemikiran aktual yang lebih substansif yang diharapkan bisa
mendukung perkembangan serta kemajuan umat Islam.
Ketiga, pada tahun 1990-an telah muncul
generasi baru pemikiran Islam Indonesia, dengan nuansa yang lebih terbuka dan
memunculkan apa yang disebut mazhab baru pemikiran Islam Indonesia, yakni
mazhab liberal Islam. Era 1990-an juga bisa disebut sebagai “bulan madu” islam
dengan negara, sebab pada tahun ini negara benar-benar menengok Islam sebagai
sesuatu yang amat penting.
2. Islam Dan
Terorisme
a. Pengertian
terorisme
Terorisme mempunyai beberapa pengertian. Dalam
bahasa barat terdapat beberapa definisi, seperti:
1. Pemakaian
kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan politik (merebut,
mempertahankan atau menerapkan kekuasaan).
2. Keseluruhan
tindakan kekerasan, penyerangan, penyenderaan warga sipil yang dilakukan
sebagai organisasi politik untuk menimbulkan kesan kuat atas suatu negara,
negaranya sendiri maupun negara lain.
3. Sikap
menakut-nakuti.
4. Penggunaan
kekerasan dan intimidasi, terutama untuk tujuan-tujuan politik.
5. Kekerasan
yang sangat jelas ditujukan pada warga sipil yang dipilih secara acak dalam
usaha menimbulkan rasa takut yang menyebar kemana-mana dan karenaya memengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
teror diartikan dengan:
1. Perbuatan
(pemerintah dan sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis).
2. Usaha
menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Terorisme berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha
mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik), praktik-praktik tndakan teror.
Dari berbagai definisi di atas
dapt disimpulkan bahwa dalam terorisme terdapat unsur-unsur:
(1) tindakan yang sisengaja untuk menimbulkan ketakutan.
(2) tujuan atau kepentingan yang akan dicapai ole pembuat ketakutan dengan
tindakan itu (3) korban tindakan itu tidak selalu berkaitan langsung dengan
tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, tindakan atau penampilan tertentu
yang tanpa disengaja menyebabkan orang lain ketakutan tidak dapat dimasukkan
dalam kategori ketakutan. Demikian pula hukum atau ketentuan yang membuat orang
takut untuk melakukan pelanggaran, tidak termasuk ke dalam kategori terorisme
b. Terorisme
dalam fiqh
Pembahasan mengenai terorisme tidak
terdapat secara sendiri dalam kitab-kitab fiqh lama. Biasanya pembahasan
mengenai terorisme terdapat dalam pasal atau bab tentang pembegal (قاطع الطريق) dan selalu berkenaan dengan hukuman atas
pelakunya.
Dalam kitab al-Umm misalnya,
Imam asy-syafi’i mengatakan:
وإدا أخافوا
السبيل ولم ياًخذوا مالانفوا من الأرض ]سلسلة كتاب الشعب
, ج 5 ص [129
“Jika menakut-nakuti orang yang
lewat di jalan dan tidak mengambil harta, maka hukumannya adalah dibuang
ketempat yang jauh.”
Pembahasan yang serupa juga
ditemukan dalam dua Imam Syafi’iyah yang lain, yakni Imam al-Nawawi dan ibn
hajar al-Haitami.
Imam al-Nawawi dalam
kitabnya, المجموع شرح المهذب menyatakan:
من شهر االسلاح
وأجاف السبيل في مصرأوبرية وجب علي الإمام طلبه لأنه إذا ترك قويت شوكته وكثر
الفسادبه في قتل انفوس وأخذالأموال. فاٍن وقع قبل أن ياًخذالمال ويقتل النفس عزر
وحبس علي حسب مايراه السلطان, لأنه تعرقة بالنقب والمتعرض للزنا بالقبلة.
دارالفكر, ]ج 20 ص 104[
“Jika ada orang memamerkan
senjata dan menakut-nakuti orang yang lewat di jalan, maka imam (penguasa
politik) wajib mencarinya dan menangkapnya, karena jika dibiarkan, akan
bertambah kekuatannya dan terjadi banyak kerusakan dengan senjata itu dalam
bentuk pembunuhan dan perampasan. Jika ia tertangkap sebelum mengambil harta
dan membunuh, maka ia pasti di hukum takzir dan dibui sesuai dengan pendapat
penguasa, karena ia menunjukkan tanda-tanda akan melakukan kedurhakaan besar,
sebagaimana orang yang menunjukkan tanda-tanda akan mencuri dengan merusak
pagar dan orang yang menunjukkan tanda-tanda akan berzina dengan mencium.”
Imam Ibn Hajar al-Haitami
menyatakan dalam kitabnya,تحفة المحتاج:
ولوعلم الإمام
قوما يخيفون الطريق (أوواحدا) ولم يأخذوا مالا (نصابا) ولا (قتلوا) نفسا عزرهم
(وجوبا مالم يرالمصلحة في تركه...) بحبس وغيره.] نفس المصدر ص
159[
“Jika imam mengetahui sekelompok
orang (atau satu orang) menakut-nakuti jalan, tanpa mengetahui harta (sampai
satu nishab) dan tidak (membunuh) jiwa, maka ia pasti menerapkan takzir atas
mereka (sebagai suatu kewajiban, jika ia tidak melihat alasan yang dibenarkan
dalam membiarkannya...) dengan memenjarakan mereka atau dengan cara lain.”
c. Hukum
terorisme
Dalam tafsir ayat di atas di sebutkan
bahwa variasi hukuman itu berdasarkan atas kualitas kejahatan mereka. Hukum
mati bagi mereka yang membunuh saja dengan tidak merampas, pemalangan atau
penyaliban untuk mereka yang membunuh dan merampas, pemotongan tangan dan kaki
untuk mereka yang hanya merampas, sedangkan pembuangan untuk mereka yang hanya
mengganggu ketentraman umum. Dalam tafsir al-Jalain, misalnya,
dinyatakan:
فالقتل لمن قتل
فقط والصلب لممن قتل وأخذ المال والقطع لمن أخذالمال ولم يقتل والنفي لمن أخاف
فقط. قاله ابن عباس وعليه الشفعي وأصح قوليه أن الصلب ثلاثا بعد القتل وقيل قبله
قليلا ويلحق باالنفي ماأشبهه في التنكيل من الحبس وغيره
“Hukum bunuh merupakan hukuman
bagi orang yang hanya membunuh, penyaliban untuk orang yang membunuh dan
mengambil harta, potong tangan untuk yang mengambil harta tapi tidak membunuh
dan dan pembuangan untuk orang yang hanya menakut-nakuti. Demikian pendapat
yang dikemukakan Ibn Abbas dan diikuti asy-Syafi’i. Di antara dua pendapat
asy-Syafi’i adalah bahwa penyaliban tiga kali disebutkan setelah hukum bunuh,
dikatakan oleh sebagian ulama: sedikit sebelum hukuman mati. Hukuman-hukuman
yang menyerupainya seperti pengurungan dikategorikan dalam pembuangan.”
Ini berarti terorisme pada
umumnya, baik untuk tujuan mengambil harta maupun untuk tujuan-tujuan politik
dan lainnya, masuk dalam bab memerangi Allah dan Rasul-Nya atau al-Hibarah, yang
hukum dasarnya jelas haram. Akibat terorisme sangat berpengaruh pada kehidupan
masyarakat. Rasa aman yang hilang merupakan siksaan kejiwaan yang berdimensi
luas dan mendalam. Ini termasuk dalam “kekerasan” yang tindakan menimbulkannya
sangat dilarang oleh Islam.
d. Faktor
permasalahan terorisme
Faktor yang mendorong seseorang melakukan
tindakan teroris atau bergabung dengan kelompok teroris sangat variatif,
diantaranya adalah faktor psikologis, ekonomi, politik, religius, dan sosialis.
Sejumlah ilmuwan, seperti Kent Layne Oots dan Thomas C. Wiegele, bahkan
memasukkan faktor fisiologis. Dalam pendekatan terakhir ini, seseorang lahir
dengan ciri-ciri personality tertentu yang kelak akan mengantarkan dia menjadi
teroris. Dia hanya membutuhkan pancingan-pancingan luar untuk meledakkan ciri
fisiologisnya menjadi faktor pendorong terorisme. Jadi, sangatlah
terlihat simple dan terlihat ironis, mengaitkan terorisme pada satu faktor
saja, seperti agama misalnya. Untuk mengetahui terorisme dengan lebih baik diperlukan
pendekatan-pendekatan multikausal sebagaimana di bawah ini:
1. Pendekatan
historis
.a. Akibat
kekecewaan politik pada persoalan piagam Jakarta yang tidak bisa dijadikan
dasar Negara. Kelompok yang diketuai oleh Kartosuwiryo ini tetap berkeinginan menjadikan
Indonesia sebagai Negara Islam atau paling tidak mendirikan Negara Islam di
Indonesia (D.I/TII). DII/Kartosuwiryo 13 tahun ditumpas pada 1963. Penentangan
terhadap pemerintah RI mulai dari demo sampaoi pemberontakan terus dilaksanakan
oleh kelompok ini.
b.
Akibat tekanan politik orde bar. Kelompok ini memang berbeda dengan kelompok
pertama. Tapi, benih-benih perlawanan terhadap pemerintah Indonesia sudah
muncul. Benih tersebut menemukan ladangnya ketika orang semisal Abu Bakar
Ba’asyir kembali dari Malaysia, tempat dimana dia mendapatkan didikan yang
matang untuk menjadi muslim garis keras.
c. Memang
dibentuk oleh aparat pemerintah Indonesia.
d.
Terinspirasi oleh gerakan revolusi Iran 1979, kelompok ini lebih dominan di
kampus daripada di luar. Kelompok ini mengatakan bahwa ideologi Timur Tengah
(revolusi Iran, Ikhwan Muslimin) adalah yang paling baik diterapkan di
Indonesia.
e.
faktor pembelajaran islam ala kampus sekuler (sebagai imbangan liberalisasi
kampus islam). Pematangan-pematangan ini melalui beberapa media. Organisasi
masa maupun politik. Ormas yang dimaksud adalah seperti laskar jihad,
Majlis Mujahidin Indonesia. Sedangkan media politik disalurkan lewat partai
yang berslogan islam.
1.f. Akibat sentimen agama.
Anggapan bahwa agama yang dianut paling benar menyebabkan pandangan yang minor,
tidak respek terhadap agama lain dan penganutnya, dengan sikap yang lebih
ekstrim, terhadap agama lain dan penganutnya.
g. Sebagai
bagian dari organisasi trans nasional. Globalisasi ternyata merambah juga pada
penyebaran ideologi dan paham politik. Ahmadiyah di India, Darul Arqam di
Malaysia, Hizbu Da’wah Islamiyah di Irak, Ikhwan Muslimin di Mesir,
ternyatabukan hanya disebarkan di negara-negara dimana organisasi ini
didirikan. Mereka ingin menyebarkan ideologi mereka di seluruh dunia termasuk
indonesia.
h.
Berangkat dari kekecewaan politik, ekonomi, monopoli, dan kesenjangan sosial
juga rentan menimbulkan gejolak kekerasan, terkadang sampai pada tindakan
teror.
2. Pendekatan
politik
Hipotesa pendekatan ini adalah
bahwa situasi politik tertentu kondusif melahirkan terorisme. Situasi ini
melibatkan politik internasional, nasional, dan bahkan sub-nasional semacam
universitas, tempat dimana para mahasiswa menjadi familiar dengan ideologi
Marxist-Leninist atau ideologi-ideologi revolusioner lainnya, yang kemudian
mengantarkan mereka pada kelompok-kelompok radikal. Charles A. Russel dan
Bowman H. Miller bahkan mengidentifikasi universitas sebagai basis utama
perekrutan terorisme. Dengan pendekatan ini, bisa dimengerti kuatnya pengaruh
Revolusi Iran 1079 di kampus-kampus Indonesia melebihi pengaruhnya di luar.
Kelompok mahasiswa tipe ini sering mengatakan bahwa ideologi Timur Tengah
(Revolusi Iran, Ikhwan Muslimin) adalah yang paling baik untuk diterapkan di Indonesia.
3. Pendekatan
organisasional
Pendekatan yang dikenalkan
diantaranya oleh Martha Crenshaw ini melihat terorisme sebagai program tindakan
yang rasional dan setrategis, yang diputuskan oleh sebuah kelompok. Menurut
Crenshaw, tindakan terorisme tidak dilakukan oleh individu, tapi sebuah
kelompok yang mengambil keputusan secara kolektif, berdasarkan pada kepercayaan
(iman/believe) yang diyakini bersama-sama, walau tingkat komitmen individu
bervariasi. Pendekatan ini terasa kurang menyakinkan, karena kurangnya
penelitian lapangan. Apalagi dengan mengambil sampel kelompok teroris ternama
(bonafit), yang seringkali didominasi total oleh pemimpin tunggal yang
kharismatik, seperti Abu Nidal, Osama ben Laden. Menurut Erix E. Hudson,
rasanya mustahil kelompok teroris dengan para pemimpin yang dominan seperti itu
mengambil keputusan-keputusan tindak terorisme secara kolektif. Kemungkinan
paling mendekati kebenaran adalah para pemimpin kharismatik tersebut
menginstruksikan tindakan terorisme tertentu kemudian menyerahkan detail-detail
operasionalnya kepada mereka.
4. Pendekatan
psikologis
Pendekatan psikologis memiliki
proposi yang sama dengan pendekatan sosiologis dan politik, yakni tak ada
seseorang yang lahir sebagai teroris. Ini berbeda dengan pendekatan fisiologis
seperti yang menyatakan satu hipotesa bahwa seseorang lahir dengan ciri-ciri
personaliti tertentu yang diduga merupakan faktor utama dia menjadi seorang
teroris.
Yang membedakan antara pendekatan
sosial-politik dan pendekatan psikologis adalah pada tingkat analisanya. Pertama tertuju
pada tingkat makro (macro-level), yaitu konteks sosial politik yang
mempengaruhi organisasi terorisme, kedua menganalisa tingkat
mikro (micro-level), yakni per-individu teroris yang meliputi cara dan
model rekrutmen, personaliti, keyakinan, motivasi dan karier sebagai teroris.
5. Pendekatan
ideologis/ teologis
Ada satu pandangan umum, hanya
seorang abnormal yang sanggup melakukan tindak teror seperti menanam bom di
pesawat, meledakkan bom mobil di jalanan ramai, atau melempar granat ke sebuah
kafe yang sesak. Oleh karena itu, banyak psikolog yang mempelajari personaliti
para teroris mnelalui pengamatan orientasi psikopatologis, yakni studi tentang
disfungsi perilaku dan psikologis yang terjadi kerena gangguan mental atau
dis-organisasi sosial. Pandangan ini menyiratkan bahwa untuk melakukan tindakan
super keji dibutuhkan dorongan kuat yang mampu menutupi kekejian tersebut.
Selain sakit mental, hal lain uyang bisa mendorong seseorang melakukannya
adalah “fanatisme”. Terorisme adalah mereka yang fanatik, dan fanatisme
seringkali mengarah kepada tindakan kejam dan sadis.
e. Agenda
Dunia Islam Dalam Menanggulangi Terorisme
1. Mengedepankan
sikap toleransi yang dianjurkan Islam dan memberikan pemahaman yang benar,
melalui sarana pengetahuan dan pendidikan, sehingga dapat dibedakan antara
pengertian jihad dan irhab (terorisme), baik
dalam segi bentuk dan substansinya.
2. Penanggulangan
terorisme harus dilakukan secara transparan dengan menggunakan bukti-bukti tang
valid, karena pada dasarnya hak-hak asasi manusia (HAM) harus dihargai, kecuali
terbukti melanggar undang-undang.
3. Kesalahan
hanya dibebankan pada pelaku teroris dan tidak berlaku bagi orang lain. Hal ini
sebagaimana sisebutkan dalam shuhuf Musa
dan Ibrahim serta al-Qur’an:
أم لم بنيّا
بما في صحف موسي وإبراهيم الذي وفّي الما تزروزرة وزر أخري
4. Menghormati
nota kesepakatan aturan internasional sekaligus setiap negara menghormati
keberadaan negara lain, sehingga di saat terjadi tindakan terorisme hanya
negara tersebut yang bergerak tanpa intervensi negara lain, kecuali
menyampaikan ke pihak yang terkena kerugian.
5. Perlu
adanya pengentasan kemiskinan dunia dan memberikan setiap negara untuk maju
sesuai kemampuan masing-masing negara.
6. Harus
menghormati perbedaan beragama, peradaban dan kebudayaan manusia dan tidak
dianggap sebagai benturan. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan dialog
yang bersandar pada logika, nilai dan kemanfaatan bersama.
7. Perlu
adanya penegakan kedzaliman, terutama kedzaliman sejarah yang berkaitan dengan
Palestina, karena ini termasuk inti dari akar terorisme.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
• Isu-isu global kontemporer
adalah isu yang berkembang serta meluas setelah Perang Dingin berakhir pada era
1990-an.
• Pengertian mengenai isu-isu
global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tsb yang tidak lagi
didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme, diplomasi
krisis, dsb.
·
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teror diartikan dengan:
1. Perbuatan
(pemerintahan dan sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb)
2. Usaha
menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
B.
Saran.
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan.Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan bagian dari kita.Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
memperbaiki makalah berikutnya.Semoga makalah ini bermafaat dan menambah
referensi pengetahuan kita. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Qadir, Zuly, Islam Liberal: Varian-Varian
Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2010).
Machasin, Islam Dinamis Islam
Harmonis, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011).
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi
Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIa + TAZZAFA, 2009).
Wijdan, Pemikiran dan Peradaban
Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007),
Dr. Zuly Qadir, Islam Liberal: Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia
1991-2002, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2010), hlm.87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar