Tentang kewajiban dan larangan
orang yang masih hidup
terhadap
jenazah
Di susun oleh
Nama : Ahyadin
Semester : II(2)
Jurusan : Al-akhwalu Syakhsyiah
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) MUHAMMADIYAH BIMA
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah memberikan kita akal
fikiran, rahmat dan hidayah sehingga kita bisa membedakan yang hak dan yang
bathil, sholawat serta salam semoga tetap mengucur deras kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Berkat beliau agama Islam tersebar luas di dunia dengan
metode “rahmatan lil’alamin”
Dengan ucapan Bismillah dan Alhamdulillah sepenuh hati, kami
penulis merasa sangat berbahagia dengan selesainya makalah yang telah menjadi
tugas kami dalam mencari lembar dan dalamnya ilmu pengetahuan.
Kepada Dosen mata Kuliah
Fiqih, kami ucapkan terima kasih banyak atas berbagai bimbingannya sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah
Fiqih tahun ajaran 2016/2017. akhirnya kami ucapkan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga amal
ibadahnya mendapat ganjaran dari Allah SWT, Aamiin.....
Kota Bima, 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang .………………………………….............................
Rumusan Masalah……………………………..................................
BAB II
PEMBAHASAN
A...Pengertian Jenazah………………………..........................
1. MemandikanJenazah …….…………….………………….
2. Mengkafani
Jenazah ……………….……………………...
3. Menshalatkan
Jenazah ………….………………………....
4. Menguburkan
Jenazah ………………………………….....
B.
Larangan terhadap orang yang masih hidup............................... .
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan …………………………………………………...........
Saran …………………………………………………….................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kematian adalah suatu peristiwa yang
pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Kematian merupakan ketentuan Allah atas
segala makhluk hidup di permukaan bumi ini, sehingga manusia perlu membekali,
mempersiapkan diri trutama amalnya di dunia ini, Seiring dengan perkembangan
zaman dan teknologi,banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang
sesungguhnya dunia hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat
kita yang abadi dan kekal adalah di akhihat kelak.banyak orang yang tidak
percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan masalah satu ini, ada pul
yang dinkarenakan perkembangan zaman hingga banyak orang yang melupakan akhirat
sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus menenrus dan turun menerun yang
menyakibatkan rusakny aqidah-aqidah islam yang idak lain yang merusaknya orang
islam itu sendiri.lain juga akan banyak generasi mudah yang sebenrnya orang
islam tetapi tidak tau bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang
tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudjuillahminzalik.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini
akan dijelaskan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap jenazah,yng mencakup
didalamnya tentang cara memandikan jenazah,meengkafani jenazah, mengsholatkan
jenazah, dan terakhir memakamkan jenazah.
B. Rumusan Pembahasan
Dalam makalah ini penuluis
mengidentifikasi maslah sebagai berikut:
Bagaimana cara memandikan jenazah?
Bagaimana cara mengkafania jenazah?
Bagaimana cara mensholati jenazah?
Bagaimana cara memakamkan jenazah?
C. Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan,
di antaranya :
1. Untuk
mengetahui cara memandikan janazah.
2. Untuk
mengetahui cara mengkafani janazah.
3. Untuk
mengetahui cara menshalati janazah.
4. Untuk
mengetahui cara memakamkan janazah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (جن ذح) yang berarti tubuh mayat dan kata جن ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata
jenazah memiliki arti tubuh mayat yang tertutup
1 Memandikan
Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia
harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan
terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang
muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini
dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun
dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah
hadist Rasulullah SAW, yakninya:
عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم
قا ل: فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم)
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah
bersabda tentang orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia
dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Jenazah dimandikan jika ia memenuhi beberapa
syarat, yaitu :
1) Orang Islam,
2) Tubuhnya masih
ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena peristiwa kecelakaan,
3) Tidak mati
syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah).
Artinya:
Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang Uhud) pada hari kiamat. Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud, supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak disalatkan. (H.R al-Bukhari: 3771)
Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang Uhud) pada hari kiamat. Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud, supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak disalatkan. (H.R al-Bukhari: 3771)
Adapun
beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
Orang yang utama memandikan
jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang
yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan
istrinya.
b. Untuk mayat perempuan
Orang
yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta
suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan
anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan
yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki
yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan
yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau
sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya
perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai
lapis tangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل
ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان
و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya:
“Jika
seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain
atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena
kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
Syarat bagi orang yang
memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui
hukum memandikan mayat dan memandikannya
sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
Mayat yang wajib untuk
dimandikan
a. Mayat
seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan
bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
“Anak gugur jika belum sampai 4 bulan,
tidak dimandikan dan tidak di shalat. Jika lahir setelah 4 bulan dimandikan,
tetapi tidak di shalati, kalau belum nyata tanda-tanda hidup”
c. Ada
sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan
mayat yang mati syahid
Di sebutkan dalam sebuah hadits:
“Anak
gugur jika belum sampai 4 bulan, tidak dimandikan dan tidak di shalat. Jika
lahir setelah 4 bulan dimandikan, tetapi tidak di shalati, kalau belum nyata
tanda-tanda hidup”
Mengenai bayi yang mati sebelum 4 bulan
disepakati tidak dimandikan dan tidak dishalati, jika lahir setelah 4 bulan,
maka menurut Abu Hanifah dimandikan dan dishalati jika didapati ada tanda-tanda
hidup seperti bersin dan gerak. Menurut Imam Malik diperlukan gerak yang nyata
yang sungguh-sungguh memberikan keyakinan bahwa anak itu hidup, namun kata Imam
Ahmad dimandikan dan dishalati.
Dalam hadits Dibawah ini kita sebutkan
macam-macam syuhada’ yang dimandikan:
Diterima dari Jabir Bin ‘Atik bahwa
nabi Muhammad SAW bersabda:
“Ada tujuh macam syuhada’ lagi selain dari
syahid dalam perang sabil: orang yang mati karena penyakit sampar adalah
syahid, orang yang tenggelam adalah syahid, orang yang kena kanker pada
lambungnya adalah syahid, orang yang sakit kolera adalah syahid, orang yang
mati terbakar adalah syahid, orang yang ditimpa runtuhan adalah syahid, dan
wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i
dengan sanad yang shahih)
Cara memandikan
Yang wajib dalam memandikan mayat itu adalah
mengalirkan air satu kali ke seluruh tubuh jenazah, walaupun dalam keadaan
junub atau haid sekalipun. Lebih utamanya jenazah diletakkan di tempat yang
tinggi, ditanggalkan pakaiannya dan ditaruh di atasnya sesuatu yang dapat
menutupi auradnya.ini jika mayat itu bukan anak kecil. Hendaknya yang
akan memandikannya itu adalah orang yang jujur, saleh dan dapat dipercaya.
Diriwayatkan oleh ibnu majjah bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
“Hendaknya yang akan memandikan
jenazah-jenazahmu itu orang-orang yang dipercaya.”
Setelah
itu hendaklah dimulai dengan memijat perut mayat dengan lunak, untuk
mengeluarkan isinya kalau ada, serta hendaknya dibersihkan najis-najis yang
terdapat dibadannya. Dan ketika membersihkan auradnya hendaklah tangannya di
lapisi dengan kain, karena menyentuh aurad hukumnya haram, kemudian hendak di
wudlukan mayit itu seperti halnya wudlu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah
SAW: “Mulailah dengan bagian yang kanan dan anggota wudlu.”
Setelah
itu hendaklah dimandikan tiga kali dengan air dan sabun dengan memulainya dari
anggota yang kanan. Dan seandainya tiga kali itu tidak cukup maka hendaklah
dilebihinya menjadi lima atau tujuh kali. Dalam buku shahih tertera
“Mandikanlah jenazah-jenazah itu secara ganjil,
tiga, lima, atau tujuh kali, atau boleh juga lebih jika kamu pandan perlu.”
Jika
telah selesai memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan dengan handuk
atau kain yang bersih, agar kain kafannya tidak basah, lalu ditaruh di atasnya
minyak wangi. Sabda Rasulullah SAW: “Jika kamu mengasapi mayat dengan
wangi-wangian, maka hendaklah dengan jumlah yang ganjil” (Diriwayatkan oleh
Baihaqi, juga oleh Hakim dan Ibn Hibban yang mengatakan sahnya)
Hikmah mencampur air dengan kapur barus
sebagaimana telah disebutkan oleh para ulama’ ialah karena baunya yang harum,
justru pada hadirnya malaikat, juga mengandung khasiat yang baik untuk
mengawetkan dan mengeraskan tubuh mayat hingga tidak cepat busuk, begitupun
untuk mengusir binatang-binatang buas. Dan seandainya kapur barus tidak ada,
bias digantikan dengan bahan-bahan lain yang mengandung semua atau sebagian
dari khasiat-khasiatnya.
Tayammum bagi jenazah diwaktu tidak ada
air
Pada buku Al-Musawwa diceritakan
dari imam Malik bahwa ia mendengar para ulama’ mengatakan bila seorang wanita
meninggal dan tak ada wanita yang memandikannya, begitupun tak ada muhrim atau
suami yang akan menyelenggaraka itu, hendaklah ia di tayamumkan yaitu dengan
menyapu muka dan kedua telapak tangannya dengan tanah. Katanya lagi: “Sebaliknya
bila laki-laki meninggal dan tak ada orang disana kecuali wanita, maka
hendaklah mereka mentayamumkan pula.”
2. Mengkafani
jenazah
a. Hukumnya
Mengkafani
mayat dengan apa saja yang dapat menutupi tubunya walau hanya sehelai kain,
hukumnya adalah fardlu kifayah.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Khibab r. a. :
“Kami hijrah bersama Rasulullah SAW, dengan
mengharapkan keridhaan Allah. Maka tentulah akan kami terima pahalanya dari
allah. Karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil
(duniawi) sedikitpun. Misalnya Mash’ab bin Umeir, ia tewas terbunuh di perang
uhud, dan tak ada kain kafan kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya
ditutup akan terbukalah kakinya, dan jika kakinya ditutup, maka tersembul
kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami buat menutupi kepalanya, dan menaruh
rumput idzkhir pada kedua kakinya.”
b. Cara
mengkafani jenazah
Tentang mengkafani orang lelaki dengan tiga
kerat kain disetujui Imam Malik dan Imam Ahmad. Kata Abu Hanifah: “mengkafani
wanita dengan tiga kerat juga, yaitu kain sarung, selendang (baju luar), dan
baju kurung. Dan jika dicukupi buat wanita sekadar 3 lapis, hendaklah krudung
diletakkan diatas baju kurung dibawah kain selimut badan. Menurut Imam Malik,
tak ada batas bagi kain kafan itu yang diwajibkan ialah menutupi badan jenazah.
“Sekurang-kurang
kafan sekerat kain yang menutupi badan,dan disukai dikafani orang lelaki dalam
tiga kerat kain putih, sebagaimana disukai kita mengkafani orang perempuan
dalam lima kerat kain (baju kurung, kain pinggang, kain selimut, krudung, dan
lapis yang kelima dipergunakan untuk mengikat dua pahanya.”
3. Shalat
Jenazah
a. Hukumnya
Telah
disepakati oleh imam-imam ahli fiqh bahwa menyalatkan jenazah itu hukumnya
fardlu kifayah. Berdasarkan perintah Rasulullah SAW, dan perhatian kaum
muslimin dalam menepatinya.
Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
“Bahwa
seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan berhutang disampaikan beritanya
kepada Nabi SAW, maka nabi akan menanyakan apakah ia ada meninggalkan kelebihan
buat pembayar hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia ada meninggalkan harta
untuk pembayarannya, maka beliau akan menyalatkan mayat itu, jika tidak beliau
akan memesankan kepada kaum muslimin: “shalatkanlah teman sejawatmu.”
b. Keutamaanya
Diriwayatkan oleh Jamaah dari Abu Hurairah
bahwa Nabi SAW. Bersabda:
“Barang siapa mengiringkan jenazah dan
turut menyalatkannya, ia akan memperoleh pahala sebesar satu qirath, dan barang
siapa yang mengiringkannya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan
memperoleh dua qirath, yang terkecil, atau salah satu diantaranya, beratnya
seperti gunung uhud.”
c. Menyalati
bayi yang gugur
Bayi
yang gugur yang belum berumur 4 bulan dalam kandungan, tidaklah dimandikan dan dishalatkan, namun hanya dibalut dengan
secarik kain dan lalu ditanam. Demikianlah pendapat fuqoha’ tanpa pertikaian.
Jika setelah berusia 4 bulan atau lebih dan
menunjukkan cirri-ciri hidup, maka menurut kesepakatan fuqoha’ pula, hendaklah
dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits yang diriwaytkan oleh Turmudzi,
Nasa’i, Ibnu Majah, dan Baihaqi dari Jabir bahwa Nabi SAW. Bersabda:
“Jika bayi yang gugur itu memiliki tanda-tanda
hidup, hendaklah dishalatkan dan ia berhak menerima warisan.”
d. Menyalati
orang yang mati syahid
Syahid
ialah orang yang terbunuh dalam peperangan menghadapi orang-orang kafir.
Mengenai orang yang mati syahid ini, telah diterima beberapa hadits yang
menegaskan bahwa ia tidaklah dishalati.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir:
“Bahwa Nabi SAW, menyuruh memakamkan para
syuhada’ uhud dengan darah mereka, tanpa dimandikan dan dishalatkan.”
Dalam hadits lan juga disebutkan:
“Bahwa Rasulullah SAW. Mengurus jenazah
orang-orang yang gugur dalam perang uhud, lalu beliau bersabda: “aku
menyaksikan mereka, maka selimutilah mereka berikut darah dan luka-luka
mereka.”
e. Cara
shalat jenazah
1)
Posisi imam
Imam hendaklah berdiri tepat dihadapan kepala
jika yang meninggal itu laki-laki, dan dihadapan perutnya jika yang meninggal
itu wanita, dan jika jenazahnya lebih dari satu, maka kepala jenazah laki-laki
hendaklah diletakkan di dekat imam, dan jenazah wanita diletakkan dibelakang
jenazah laki-laki, dengan kepala jenazah laki-laki diarahkan ke selatan,
sedangkan kepala jenazah wanita diarahkan ke utara. Berdasarkan hadits dari
Anas r.a:
“Bahwa ia,yakni Anas, menyalatkan jenazah
laki-laki, maka ia berdiri dekat kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat, lalu
di bawa jenazah wanita, maka dishalatkannya pula dengan berdiri dekat
pinggangnya. Lalu ditanyakan orang kepadanya: “beginikah cara Rasulullah SAW,
menyalatkan jenazah, yaitu bila laki-laki berdiri di tempat seperti anda
berdiri itu? Dan wanita juga seperti yang anda lakukan?” “benar” ujar Anas.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu
Majah juga oleh Turmudzi yang menyatakannya sebagai hadits hasan)
2) Langsung
takbir
Hendaklah
imam tidak menyeru “ashalaatul jaami’ah”, melainkan langsung takbir dengan mengangkat
kedua tangan.
3) Tanpa
membaca iftitah
Sesudah mengawali dengan takbir pertama kedua tangan diletakkan diatas
dada (pergelangan tangan kanan menggenggam punggung pergelangan tangan kiri)
agar langsung membaca ta’awwudz tanpa doa iftitah. Kemudian membaca surat
al-fatihah, kemudian takbir lagi (ke-2), kemudian shalawat, sesudah itu takbir
lagi (ke-3), kemudian doa, kemudian takbir lagi (ke-4), sesudah itu salam.
f. Doa
dalam shalat jenazah
Jika
laki-laki adalah:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ
وَاعْفُ عَنْهُ
“Ya Allah berikan ampunan, rahmat,
kesejahteraan, dan kemaafan kepadanya.”
Sedangkan doa yang lazim digunakan sesudah
takbir ke-4 yaitu:
اَللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ
وَلَاتَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ
“Ya Allah, jangan kau haramkan kami
memperoleh pahalanya, jangan kau biarkan fitnah menimpa kami sesudahnya,
ampunilah kami dan ampunilah dia.”
4.
Memakamkan Jenazah
a. Hukum
memakamkan jenazah
Hukum
memakamkan jenazah adalah wajib, sekalipun jenazah seorang kafir, berdasarkan
sabda Nabi Saw. kepada Ali bin Abi Thalib r.a. ketika Abu Thalib meninggal
dunia, “(Wahai Ali), pergilah lalu kuburlah ia!”
Adalah sunnah Nabi SAW, mengubur
jenazah di pemakaman, sebab Nabi tidak pernah mengubur jenazah kecuali di
pekuburan Baqi’, seperti yang telah diriwayatkan secara mutawatir. Tidak pernah
diriwayatkan dari seorang salafpun, bahwa Rasulullah pernah mengubur jenazah di
selain pemakaman umum, kecuali Nabi SAW sendiri yang dikebumikan di dalam
kamarnya, dan ini termasuk pengecualian baginya, seperti yang ditegaskan oleh
hadits Aisyah r.a. ia berkata, “Tatkala Rasulullah SAW wafat, para sahabat
berbeda pendapat perihal penguburannya, lalu berkatalah Abu Bakar r.a. “Aku pernah
mendengar dan Rasululah saw. wejangan yang tidak pernah kulupakan, yaitu beliau
bersabda,“Setiap Nabi yang diwafatkan oleh Allah pasti dikebumikan di lokasi
yang beliau sukai dikubur padanya.”Maka kemudian para sahabat mengubur
Rasulullah di tempat pembaringannya.
Dikecualikan
juga dari hal tersebut adalah para syuhada yang gugur di medan perang, mereka
dikebumikan di lokasi gugurnya, tidak usah dipindahkan dipemakaman umum. Hal
ini didasarkan pada hadits dari Jabir r.a. berkata, tatkala terjadi perang Uhud,
dibawalah para prajurit yang gugur agar dikebumikan di Baqi’, maka berserulah
seorang penyeru dari Rasulullah saw., “Sesungguhnya Rasulullah SAW.
pernah memerintah kalian agar mengubur para syuhada’ di tempat gugurnya.”
b. Waktu
yang dilarang mengubur jenazah
1)
Pada tiga waktu terlarang
Dari Uqbah bin Amir r.a., ia
berkata “Ada tiga waktu Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan
shalat, atau mengubur jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di
waktu matahari tegak berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari
menjelang terbenam hingga tenggelam.”
2)
Di kegelapan Malam
Dari Jabir r.a. ia berkata, “Bahwa Nabi saw.
pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani
dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi SAW
mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali
orang yang karena terpaksa melakukannya.
Manakala diharuskan melakukan pemakaman di
malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus menggunakan
lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah pelaksanaan
penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Bahwa
Rasulullah saw. pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada malam hari
dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam kubur.”
c. Memasukkan
jenazah ke liang kubur
Hendaklah yang mengurusi dan yang
menurunkan mayat ke liang lahad adalah kaum laki-laki, bukan kaum wanita, sekalipun
jenazah yang dikebumikan adalah perempuan. Sebab itulah yang berlaku sejak masa
Nabi SAW. dan yang dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini. Sanak kerabat
sang mayat lebih berhak menguburnya, berdasar firman Allah: “Dan
orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam
kitab Allah.” (QS. Al-Ahzab:6)
Dari Ali r.a. ia berkata: Aku telah
memandikan Rasulullah SAW. lalu aku perhatikan dengan seksama apa yang sering
ada pada mayat, maka aku tidak dapatkan sesuatu sekecil apapun pada tubuhnya.
Rasulullah saw. sangat baik jasadnya di kala hidup hingga meninggal dunia.:”
Dan, di samping para sahabat pada umumnya yang ikut serta memasukkan ke dalam
kubur dan menguburnya, ada empat orang, Ali, al-Abbas, al-Fadhal, dan Shalih,
bekas budak Rasulullah saw.. Dan telah digalikan liang lahat untuk Rasulullah
dan ditegakkan bata di atasnya.
Namun yang demikian dipersyaratkan
apabila sang suami tidak berhubungan badan dengan isterinya pada malam harinya.
Manakala telah menjima’ isterinya, maka tidak dibolehkan baginya mengubur
jenazah isterinya. Bahkan lebih diutamakan orang lain yang menguburnya,
walaupun bukan mahramnya dengan persyaratan tersebut. Hal ini berdasar hadits
dari Anas r.a ia berkata:
“Kami pernah menyaksikan (pemakaman)
puteri Rasulullah saw., sedangkan Rasulullah duduk di atas kuburan, saya lihat
kedua matanya meneteskan air mata, kemudian Rasulullah saw. bertanya, “Adakah
di antara kalian yang tadi malam tidak berjima’ dengan isterinya?” Maka Abu
Thalhah berkata : “Saya wahai Rasulullah.” sabda Beliau (lagi), “Kalau begitu
turunlah” kemudian Abu Thalhah turun ke dalam liang kuburnya.
Menurut sunnah Nabi SAW.
memasukkan jenazah dari arah kaki berdasar hadits, dari Abu Ishaq r.a. ia
berkata, Al-Harist telah mewasiatkan sebelum meninggal dunia agar dishalati
oleh Abdullah bin Zaid. Dan, Abdulullah menshalatkannya, kemudian memasukkan
jenazah al-Harist ke liang lahad dari arah kaki kubur. Ia berkata, “Ini
termasuk sunnah Nabi SAW..”
B.
Larangan terhadap orang yang masih
hidup
·
Membacakan surat Yaasin untuk si
mayit bukan termasuk ajaran Islam, karena tidak ada hadits shahih yang
menjelaskan masalah ini. Bahkan dalam surat Yaasin tersebut ada satu ayat yang
menjelaskan bahwa Al Qur’an ini adalah pering atan bagi orang yag hidup: “Supaya
dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan
supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.” (QS: 36:
70)
·
Dilarang niyahah (meratap) atas
kematian seseorang apalagi sampai berteriak-teriak dan meraung-raung menangis,
menampar pipi dan merobek baju, ini semua termasuk perkara-perkara jahiliyah.
·
Jika seseorang meninggal dunia,
maka diutamakan agar dikuburkan di negri tempat meninggalnya tersebut.
Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam pernah memerintahkan
untuk membawa pulang jenazah yang rencananya akan di bawa ke Madinah, beliau
memerintahkan agar jenazah tersebut di makamkan di negri tempat dia meninggal.
·
Tidak dibolehkan menshalatkan orang
yang murtad (keluar dari Islam) atau orang yang tidak pernah shalat (karena
para ulama menghukumi, bahwa orang yang tidak pernah shalat, maka dia adalah
kafir, pen), tidak pula memintakan ampun buat mereka. Mereka juga tidak ada hak
saling mewarisi dan tidak boleh di kuburkan di pekuburan orang muslim.
·
Termasuk kesalahan yang sering
dilakukan oleh sebagian orang adalah mengangkat/mengeraskan suara di depan
jenazah misalnya menyerukan kalimat tauhid, memanggil-manggilnya, menyebutkan
syahadat dengan sangkaan, bahwa yang demikian memberi manfaat kepadanya,
padahal Alloh telah berfiman, yang artinya: “Sesungguhnya kamu tidak
dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan
orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling
membelakang.” (QS: 27: 80)
·
Mengumandangkan adzan di kubur
adalah tidak ada tuntunannya di dalam Islam, baik itu ketika jenazah dimakamkan
ke liang kubur atau setelah selesainya penguburan. Mereka mengira ini bisa
mengingatkan si mayit. Bisa jadi mayit yang diadzankan itu masa hidupnya
termasuk orang yang sering mendengar adzan, namun tidak memenuhi panggilan
adzan tersebut. Dan bukankah adzan adalah panggilan untuk shalat sedangkan
shalat merup akan kewajiban orang Islam yang masih hidup.
·
Termasuk hal yang tidak benar
adalah mengumpulkan orang, menyembelih binatang (kambing atau sapi) dan
makan-makan di tempat keluarga mayit, bahkan tidak jarang ada yang
berlebih-lebihan atau terkadang memaksakan diri dalam hal ini. Yang dianjurkan
adalah membuatkan makan untuk keluarga mayit, karena mereka sedang dalam
keadaan duka, sehingga mungkin tidak sempat untuk mema-sak, bukan sebaliknya
makan-makan di rumah mereka.
·
Ada sebagian orang yang memberi
persaksian, bahwa si mayit termasuk ahli iman, orang baik dan orang shaleh padahal
kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Persaksian seperti ini tidak ada
gunanya di hadapan Alloh, karena Dia Maha Tahu atas segala sesuatu.
·
Banyak orang yang menaburkan bunga,
biji-bijian (misal, beras kuning) atau jenis-jenis tanaman lain di atas
kuburan. Hal ini juga tidak memberi manfa’at bagi orang yang meninggal. Yang
memberi manfaaat baginya adalah amal shalehnya: “Dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS:
53: 39)
·
Termasuk hal baru yang tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi dan juga para shahabatnya adalah mengadakan acara-acara
tertentu di mana orang-orang berkumpul, duduk-duduk dan tidak jarang sampai
menutup jalan umum, biasanya selama tiga hari berturut-turut. Hal ini bisa
mengganggu jalan sesama muslim dan memperlambat urusan mereka, disamping acara
tersebut memang tidak pernah dicontohkan di dalam agama Islam.
·
Termasuk hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa, banyak para pelayat (orang yang berta’ziyah) ketika
jenazah selesai dikuburkan tidak mendo’akan untuknya. Namun segera bubar lalu
berbaris di pintu gerbang makam untuk menghibur (ta’ziyah) kepada keluarga
mayit, satu per satu memegangi pudak keluarga mayit tersebut.
·
Merupakan hal yang baru juga:
menulis ayat-ayat Al Qur’an di kiswah (kain penutup) jenazah, menyembelih
binatang di sekitar pintu rumah setelah jenazah dibawa keluar, menyediakan
tempat/ruangan khusus untuk orang yang berta’ziyah, serta berdiri meng-hadap ke
kuburan sambil bersedekap seperti shalat ketika mendo’akan mayit
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat
diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang mulia di sisi Allah
SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian khusus
dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang
muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan
kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh
sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi
kewajiban itu ialah:
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat
diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a. Memperoleh
pahala yang besar.
b. Menunjukkan
rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan
dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal
untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai
bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
SARAN
Dengan adanya pembahasan
tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah berharap kepada kita semua
agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk menyambut kematian
itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
v (Sumber
Rujukan: Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz”)
v https://fiqihislam.wordpress.com/2007/.../anjuran-dan-larangan-dalam-urusan-jenazah...
v viecenut.blogspot.com/2012/06/kewajiban-terhadap-jenazah.htm
v https://www.scribd.com/.../Makalah-Kewajiban-Umat-Muslim-Terhadap-Jenazah
v ukhuwahislah.blogspot.com/2014/01/makalah-kewajiban-orang-hidup
terhadap.html
v https://www.slideshare.net/eenpahlefi/makalah-fiqihorangsakitdanjenazah
v staff.uny.ac.id/sites/default/files/.../dr.../dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar