l MAKALAH-tentang Qishas-ahyarite | AHYADIN RITE AMBALAWI Islam Mosque 3
TERIMAKASIH BANYAK ATAS KUNJUNGAN ANDA SEMOGA BERMANFAAT
 

Jumat, 26 Oktober 2018

MAKALAH-tentang Qishas-ahyarite


MAKALAH

HUKUM PIDANA ISLAM

Tentang : Qishash

Dosen pengampu: Syamsuddin,SH.MH.










Di susun oleh :
Ketua kelompok     :    1. Ahyadin
Anggota kelompok :   2. Ardi saputra
                                                                 3. Arif darmawan
                                                                 4. Ahmad rafli                       
                   5. Adhar



FAKULTAS SYARI’AH
PRGRAM STUDIAKHWAL SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) MUHAMMADIYAH
BIMA TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

      Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat qudrah dan iradah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah, “HUKUM PIDANA ISLAM” yang bertemakan "Qishas”. Shalawat dan salam tidak lupa pula kami sanjung sajikan kepangkuan nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
          Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah hukum pidana islam. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik beserta sarannya.
        Akhirul kalam kepada Allah SWT jugalah kita berserah diri dengan harapan semoga yang telah kami buat dalam tugas ini dapat bermanfaat serta mendapat ridho dan maghfirah-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin....

                                                                                Bima, 06 oktober 2017

                                                                                           Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar           …………………………………………………….

Daftar Isi                     ……………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar belakang ……………………………………………………...
B.     Rumusan masalah   ………………………………………………..
C.     Tujuan penulisan   ………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN     
A.    Pengertian Qishash  ……………………………………………….  
B.    Macam-macam Qishash.............................................................
C.     Syarat-syarat Qishash................................................................
D.     Pelaksanaan Hukuman Qishash………………………………....
E.     Hapusnya Hukuman Qishash    ………………………...……....
F.    Hikmah Pelaksanaan Qishash  .………………………………….
BAB III PENUTUP    …………………………………………………...
Daftar Pustaka                        .…………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam literatur masyarakat, khusus dalam kehidupan Islam terdapat berbagai permasalahan yang menyangkut tindakan pelanggaran yang dilakukan manusia. Dengan adanya hal itu, maka dibuatlah aturan yang mempunyai kekuatan hukum dengan berbagai macam sangsi. Sangsi yang diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Maka dari itu, dalam hukum Islam diterapkan jarimah (hukuman) dalam hukum Jinayah Islam yang bertindak sebagai preventif (pencegahan) kepada setiap manusia, dan tujuan utamanya adalah supaya jera dan merasa berdosa jika ia melanggar.
Maka dari itu adanya Qishash bukan sebagai tindakan yang sadis namun ini sebuah alternatif demi terciptanya hidup dan kehidupan yang sesuai dengan Sunnah dan ketentuan-ketentuan Ilahi. Dalam makalah ini diajukan beberapa hal memgenai bagaimana pelaksanaan hukuman qishash dan bagaimana hukuman qishash bisa terhapus.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.             Apa pengertian qishash?
2.             Apa saja macam-macam qishas?
3.             Apa saja syarat-syarat qishas?
4.      Bagaimana pelaksanaan hukuman qishash?
5.      Bagaimana hapusnya hukuman qishash?
6.      Apa hikmah adanya hukuman qishash?
C. TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui apa itu qishash
2.      Untuk mengetahui macam-macam qishas 
3.      untuk mengetahui syarat-syarat qishas
              4.     Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hukuman qishash
5.      Untuk mengetahui bagaimana hapusnya hukuman qishash
6.      Untuk mengetahui apa hikmah atas hukuman qishash
BAB II
PEMBAHASAN

A.        pengertian qishash
1.      Pengertian Hukum Qishash
       Secara bahasa, qishash merupakan kata turunan dari qashsha-yaqushshu-qashshan wa qashashan (قصَّ – يقُصُّ – قصًّا و قصَصاً  ) yang berarti menggunting, mendekati, menceritakan, mengikuti (jejaknya), dan membalas.
       Sedangkan secara istilah, Ibnu Manzur di dalam bukunya Lisan al-Arab menyebutkan, (القصاص القود هو القتل بالقتل) yang maksudnya suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan, seperti membunuh dibalas dengan membunuh. Hukuman mati seperti ini disebut qishash karena hukuman ini sama dengan tindak pidana yang dilakukan yang mengakibatkan qishash tersebut, seperti membunuh dibalas dengan membunuh dan memotong kaki dibalas dengan pemotongan kaki pelaku tindak pidana tersebut.
Menurut  Prof. Dr. Shalih bin Fauzan mendefiniskannya dengan, Al-Qishash adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.
Sedangkan menurut Iman Malik wali korban hanya diharuskan mengambil qishash atau mengambil diyat secara suka rela.Menurut Iman Syafi’i Iman Ahmad, Abu Tsaur bahwa wali korban boleh memilih mengambil qisas atau diyat, baik orang yang membunuh rela atau tidak.
Dari kedua pendapat ini menurut Imam Malik harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak pelaku dan keluarga korban, sedangkan Imam Syafi’i dan sebagian ulama lain, wali korban boleh memilih antara qishash atau diyat dengan pihak pelaku setuju atau tidak. Bila dilihat dari kedua pendapat ini boleh diselesaikan dengan jalan bila wali korban memberikan pemaafan dan membayar diyat itu diyat ringan tanpa persetujuan pelaku. Tapi bila diyat itu berat, harus ada persetujuan pelaku karena dalam ketentuan diyat harus bisa ditanggung oleh pelaku.
       Al-Qur’an sendiri memberikan isyarat bahwa yang dimaksud dengan qishash adalah sanksi hukum yang ditetapkan dengan semirip mungkin (yang relatif sama) dengan tindak pidana yang dilakukan sebelumnya. Di dalam al-Qur’an, kata qishash disebutkan empat kali dan semuanya di dalam bentuk ism (kata benda). Dua di antaranya ism ma’rifah (kata benda defenitif) dengan alif dan lam (ال  ) dan dua yang lain ism nakirah (kata benda indenfinitif).
       Adapun Qishash disyariatkan dalam al-Quran dan as-sunnah, serta ijma. Di antara dalil dari Al-Quran adalah firman Allah SAW:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, qisas diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf, membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(Qs. al-Baqarah: 178-179).
Sedangkan dalil dari As Sunnah di antaranya adalah hadits Abu Hurairah Ra, yaitu Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أَنْ يُقْتَل
“Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa memilih diyat dan bisa juga dibunuh dengan qisas”. (HR. al-Jama’ah).
Sedangkan dalam riwayat at-Tirmidzi adalah dengan lafal :
مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ
“Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa memilih memaafkannya dan bisa membunuhnya”.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa qishash ialah akibat yang sama yang dikenakan pada seseorang yang menghilangkan nyawa atau melukai atau menghilangkan anggota badan orang lain seperti apa yang telah diperbuatnya,  maka dapat dikatakan bahwa hukuman qisas itu ada dua macam yatiu qishash jiwa yakni hukuman bunuh untuk tingkat pembunuhan dan hukuman qishash untuk anggota badan yakni khusus untuk anggota badan yang terpotong atau dilukai atau dapat dikatakan bahwa hukum qishash adalah mengambil pembalasan yang sama atau serupa, mirip dengan istilah utang nyawa dibayar dengan nyawa.
Menurut syaraâ’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.
B. Macam-macam Qishash 
 1. Qishash jiwa
       Qishash jiwa adalah qishash yang berhubungan dengan jiwa seseorang atau hak hidup seperti pembunuhan. Pembicaraan pada masalah ini berpangkal pada pembicaraan tentang sifat pembunuhan dan pembunuh yang karena berkumpulnya sifat-sifat tersebut bersama korban mengharuskan adanya qisas.tidak semua pembunuhan dapat dikenai qishash melainkan qishash itu hanya dikenakan pada orang yang membunuh tertentu dengan cara pembunuhan tertentu dan korban tertentu. Dan demikian itu karena yang dituntut dalam hal ini tidak lain hanyalah keadilan. Mengenai pembunuhan yang dapat dikenai qisas haruslah sesuai dengan aturan tertentu dan syarat tertentu antara lain :
1)   Syarat-syarat pembunuh
Pembunuhan adalah perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut القتل berasal dari kata قتل yang sinonimnya امات artinya mematikan. Para ulama’ mendefinisikan pembunuhan dengan suatu perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam arti istilah, pembunuh didefiniskan oleh Wahbah az-Zuhayliy yang mengutip pendapat Khatib Syarbini sebagai berikut.

القتل هو الفعل المزهق اى القا تل للنفس
“Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa
seseorang”.

Macam-macam pembunuhan dan hukumnya :
a. Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘Amad)
       Ialah pembunuhan yang direncanakan, dengan cara dan alat yang bisa biasa mematikan. Pembunuhan yang disengaja tersebut wajib diqishash, sebagaimana firman Allah QS. An Nisaa: 93 dan dipertegas dengan hadits rasulullah, Tidak halal haram membunuh orang muslim, kecualiada salah satu dari tiga sebab : kafir sesudah iman, berzina sesudah kawin dan membunuh orang tanpa hak, baik karena dhalim dan permusuhan. (HR. Tirmidzy dan Nasaâ’i)
       Orang yangmembunuh tanpa ada hak, harus diqishash, harus dibunuh juga. Kalau ahli waris (yang terbunuh) memaafkan pembunuhan tersebut, pembunuhan tidak diqishash (dihukum bunuh) tetapi harus membayar diyah yang besar, yaitu harus membayar dengan seharga 100 ekor unta tunai, pada waktu itu juga. Hal ini selaras dengan hadits rasulullah, ‘Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia diserahkan pada keluarga terbunuh. Apabila mereka mengkehendaki maka membunuhnya atau minta diyah dengan 30 ekor unta hiqqah, 30ekor unta jadzaâ’ah dan 40 ekor unta khalafah (jumlahnya 100 ekor unta). Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli waris si terbunuh). Demikian itu untuk memperkeras terhadap pembunuhan. (HR. Tirmidzi)
b. Pembunuhan tidak sengaja (Qatlul syibhul ’amad)
       Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan. Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang memukul oran g lain dengan sapu lidi kemudian yang dipukul mati.
       Pembunuhan tidak sengaja tidak kena hukuman qishash tetapi pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh dibayar selama 3 tahun dengan angsuran setiap tahun 1/3-nya.
c. Pembunuhan tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khathaâ’)
       Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh ialah perbuatan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi seseorang mati karena perbuatannya. Misalnya orang melempar batu ke hutan tiba-tiba oran g mati terkena batu tersebut.
         Fuqaha telah sepakat bahwa pembunuh yang dapat diqisas disyaratkan : berakal sehat, dewasa, menghendaki kematian korbannya, melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain. Fuqaha berselisih pendapat tentang orang yang dipaksa membunuh dan orang yang memaksanya:
       Imam Malik, Syafi’ie, Ats-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur dan fuqaha lainnya berpendapat bahwa pembunuhan itu harus dikaitkan kepada pelaksananya, bukan kepada penyuruhnya. Tetapi si penyuruh ini harus dikenai hukuman. Segolongan fuqaha berpendapat bahwa kedua orang itu pelaksana dan penyuruh harus dihukum mati.
       Demikian itu apabila dalam pembunuhan itu tidak terdapat unsur paksaan dan kekuasaan kekuatan dari penyuruh atas orang-orang yang disuruh. Jika sipenyuruh mempunyai kekuasaan atas orang yang disuruh, dalam hal ini ada 3 pendapat:
       Daud, Abu hanifah dan salah satu pendapat Imam Syafi’i bahwa orang yang menyuruh dikenai hukuman mati, sedangkan yang disuruh hanya dikenai hukuman saja, tidak hukuman mati.Salah satu pendapat Imam Syafi’i yang lain bahwa orang yang disuruh dikenai hukuman mati, bukan orang yang menyuruh, sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa keduanya harus dihukum mati.

2) Sifat pembunuhan
       Fuqaha telah sepakat bahwa sifat pembunuhan yang dikenai qishash adalah pembunuhan yang sengaja. Sedangkan pembunuhan yang mirip sengaja seperti keliru dalam membunuh, dengan alat-alat yang biasanya tidak dipakai untuk membunuh. Maka pembunuhan seperti ini tidak dikenai qisas tetapai hanya dikenai diyat saja.
3) Syarat-syarat korban
       Mengenai syarat-syarat yang mengharuskan qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh, maka korban tersebut harus sepadan dengan jiwa orang yang membunuhnya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai jiwa seseorang dengan lainnya ialah keislaman, kekafiran, kemerdekaan, kehambaan, kelelakian, kewanitaan, satu orang atau banyak orang.
b. Qishas anggota badan (pelukaan)
   Qishash anggota badan adalah hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan. Sedangkan pelukaan itu ada dua macam yaitu pelukaan yang dikenai qishash dan pelukaan yang dikenai diyat atau pemaafan.
Mengenai pelukaan yang dapat dikenai qisas meliputi syarat-syarat orang yang melukai, syarat-syarat pelukaan yang mengakibatkan qisas serta syarat-syarat orang yang dilukai antara lain :


1) Syarat orang yang melukai
Orang yang melukai itu harus mukallaf baligh dewasa dan berakal.jika seseorang memotong anggota tubuh orang lain, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa ia dikenai qishash, jika pelukaan itu mengakibatkan qishash.
2) Syarat orang yang dilukai
Jiwa orang yang dilukai itu disyaratkan seimbang dengan jiwa orang yang melukai. Adapun faktor yang mempengaruhi keseimbangan ini ialah kehambaan dan kekufuran.
3). Sanksi-Sanksi
 Qishash itu dilaksanakan pada kasus :
a. Pembunuhan sengaja yang dilakukan oleh orang yang berakal sehat, dewasa, menghendaki kematian korbannya, melangsungkan sendiri pembunuhannya tanpa ditemani orang lain.
b. Sebagian pelukaan yang mengakibatkan harus di qishash.
Sedangkan qisas tidak dapat dilaksanakan pada kasus :
a.  Hilanganya tempat untuk di qishash, yaitu hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di qisas sebelum dilaksanakan hukuman qishash.
b. Pemaafan, para ulama sepakat tentang pemaafan qisas bahkan lebih utama daripada menuntutnya. Firman Allah SWT:
فمن عفى له من اخيه شيئ... ( البقرة 178 ) 
  Maka barangsiapa mendapatkan pemaafan dari saudaranya … (QS. Albaqarah: 178).
c. Perdamaian, yaitu berdamainya antara pelaku dan korban.
  Damai memiliki banyak arti: arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah pertikaian, atau tidak ada dendam. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di atas.
d. Diwariskan hak qisas
       Contoh bila ahli waris adalah anak pembunuh yakni penuntut dan penanggung jwab qisas itu orangnya sama. Jelasnya mislanya A membunuh saudara sendiri yang tidak mempunyai ahli waris kecuali dirinya sendiri.
C.  Syarat syarat qishah
1.   Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
2.   Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
3.  Orang yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
4.  Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
5.   Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
6.  Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâ’)
D. pelaksanaan hukuman qishash
Apabila orang yang berhak itu banyak dan sama derajatnya, maka dalam kasus ini ada dua teori ;pertama penuntutan dan pemaafan itu hak penuh setiap ahli waris secara individu dan kedua,penuntutan dan pemaafan qishash  itu adalah hak korban dan karena si korbana tidak bisa menggunakan haknya, maka  ahli waris keseluruhannya  menggantikan  kedudukannya atas dasar prinsip waris. Teori ini di pegang  oleh Imam Syafei’i Imam Ahmad, dan Muhammad.
Untuk  jelasnya perbedaan kedua teori ini dapat di gambarkan pada contoh berikut: Apabila ada ahli waris yang sudah dewasa  dan yang masih kecil, maka menurut teori pertama  ahli waris  yang dewasa itu  punya hak  yang sempurna tidak usah menunggu balighnya ahli waris yang masih kecil, sedangkan menurut teori kedua ahli waris yang telah dewasa harus menunggu balighnya ahli waris yang kecil untuk kemudian dimusyawarahkan untuk menuntut atau memanfaatkan qishash, karena hak qishash adalah hak bersama.
Apabila korban tidak memiliki wali, maka disepakati ulama bahwa sulthan menggantikan kedudukan walinya, karena sulthan adalah wali bagi orang tidak memiliki wali.
 FHapusnya hukuman qishash
  Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut:
1)      Hilangnya tempat untuk di qishash;
2)      Pemanfaatan;
3)      Perdamaian
4)      Diwariskan hak qishash
  Yang dimaksud dengan hilangnya tempat untuk di qishash adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di qishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal hilangnya tempat ntuk di qishash itu mewajibkan diyat. Imam Malik dan imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang wajib di qishash itu menyebabkan hapusnya diyat, karena bila qishash itu tidak meninggal dan tidak hilanng anggota badan yang akan di qishash itu, maka yang wajib hanya qishash bukan diyat.
Sedangkan menurut Imam Syafei dan Imam Ahmad dalam kasus diatas qishash dan segala aspeknya menjadi hapus, akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qishash dan diyat itu kedua-duanya wajib, bila salah satunya tidak dapat dilaksanakan dapat diganti dengan hukuman lainnya. Sehubungan dengan pemaafan para ulama sepakat tentang pemaafan qishash bahkan lebih utama dari pada menuntutnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. :
 “Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya.”
 “Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya”.
Yang dimaksud pemaafan menurut Imam Syafei dan Imam Ahmad adalah memaafkan qishashatau diyat tanpa imbalan apa-apa.  Sedang menuru Imam Malik dan Abu Hanifah pemaafan terhadapdiyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan pelaku/terhukum. Jadi menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qishash tanpa imbalan apa-apa. Adapun memaafkan diyat itu bukan pemaafan, melainkan perdamaian. Orang yang berhak memaafkan qishash adalah orang yang berhak menuntutnya.
Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kebolehan perdamaian dan hapusnya hukuman qishash karenanya. Dan melalui perdamaian pihak pembunuh bisa membayar tanggungan yang lebih kecil, sama atau lebih besar daripada diyat.
Orang yang berhak mengadakan perdamaian adalah orang yang berhak atas qishash dan pemaafan. Qishash juga bisa dihapus karena diwariskan kepada keluarga korban. Contoh bila ahli waris adalah pembunuh yakni penuntut dan penanggung jawab qishash itu orangnya sama. Jelasnya adalah misalnya A membunuh saudara sendiri yang tidak mempunyai ahli waris kecuali dirinya sendiri (A). 
Memaafkan orang yang melakukan pembunuhan dan atau pelukaan dari sikorban atau keluarganya sangat didorongkan dan terpuji, walaupun demikian tidak berarti si pembunuh atau orang yang melukai tidak kena hukuman. Sanksinya diserahkan kepada Ulil Amri, Karena si pembunuh ini melanggar dua hak yaitu hak perorangan (hak adami) dan hak masyarakat/jamaah/Allah.
E. Hikmah adanya hukuman qishash
Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh oran g, tentu ia takut membunuh oran g lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.
Ringkasnya, menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu, memeliharakan hidup masyarakat: dan Al-Quran tiada menamai hokum yang dijatuhkan atas pembunuh itu, dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum setimpal dan sebanding dengan kesalahan. Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah menjadi bukti betapa tinggi dan benarnya ajaran islam terutama yang berkenaan hukum qishash atau hukum pidana Islam.
Larangan Qishash di dalam Masjid Sesungguh Rasulullah SAW telah melarang untuk melaksanakan Qishash di dalam mesjid sebagaimana hadits beliau sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang melaksanakan qishash di dalam masjid, melantunkan sya’ir dan melaksanakan hukum hudud di dalamnya.“
Diriwayatkan pula dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Seorang anak tidak boleh menuntut qishash terhadap ayahnya dan dilarang melaksanakan hukum hudud di dalam masjid,” (HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Bagi tiap-tiap perbuatan Allah telah menetapkan balasan yang setimpal terhadapnya baik di dunia maupun di akhirat dan Allah Maha Pengampun atas segala perbuatan dosa yang dilakukan hamba-hamba-Nya, kecuali perbuatan syirik atau menyekutukanNya dengan dzat selain Dia. Dengan demikian manusia sebaiknya lebih membekali akhiratnya dengan perbuatan baik dan saling memaafkan atas kesalahan saudara-saudaranya, karena sikap memaafkan akan lebih mulia pada pandangan Allah swt. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjaga lidah dan perbuatan, dan orang-orang yang memaafkan.
                                                  BAB III
                                               PENUTUP
Kita sadari bahwa memang hukum pidana (Hukum Fiqh Jinayah) tapi sudah selayaknya kita sebagai muslim mengikuti ajaran Islam sebagaimana yang telah diaturnya. Seberapa sulitnya, kita harus menjalani dengan lapang dan ikhlas. Saya sendiri pun tidak tahu bagaimana caranya yang jelas kita akan belajar bersama-sama tentang hokum Islam ini. Sekalipun oleh pihak yang dirugikan dimaafkan, ternyata masih diberi hukuman oleh Allah SWT di akhir nanti entah memang masih didunia atau diakhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
AHYADIN RITE AMBALAWI © 2016-2020