MAKALAH
Tentang : Akad mudharabah dan akad syirkah atau musyarakah
Di susun oleh :
Ketua
kelompok : 1. Ahyadin
Anggota
kelompok : 2. Jainudin
“Makalah
ini diajukan kepada dosen pengampu
Sebagai
salah satu syarat memperoleh nilai tugs
mata kuliah Fiqih muamalah”
Dosen pengampu
M. Aminullah,
M.Hum
FAKULTAS
SYARI’AH
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) MUHAMMADIYAH
BIMA TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat qudrah
dan iradah-Nya kami dapat menyelesaikan
Makalah, “FIQIH MUAMALAH” yang
bertemakan "Akad mudharabah dan
musyrakah atau syirkah”. Shalawat dan salam tidak lupa pula kami sanjung sajikan kepangkuan nabi besar Muhammad SAW. yang telah
membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Fiqih muamalah. Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik beserta sarannya.
Akhirul kalam kepada
Allah SWT jugalah kita berserah diri dengan harapan semoga yang telah kami buat
dalam tugas ini dapat bermanfaat serta mendapat ridho dan maghfirah-Nya. Amin
ya Rabbal ‘alamin....
Bima, 04 oktober 2017
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Akad
mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19
UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan
syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang
ada didalam perbankan syari’ah.
Akad Mudharabah adalah
akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa
keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam
pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul
Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah
bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya
akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling
membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Keberadaan bank
syariah saat ini telah menyebar diberbagai daerah di indonesia. Kegiatan usaha
Bank syariah berpedoman pada prinsip syariah, hal ini yang membedakannya dengan
Bank Konvensional. Adapun prinsip syariah tersebut tertuang dalam pasal 1 angka
13 Undang-Undang Perbankan, bahwa perjanjian kerjasama antara pihak bank dengan
pihak lain dalam hal penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau usaha
lainnya harus sesuai dengan syariah. Di antara bentuk pembayaan kegiatan usaha
tersebut adalah pembiayaan dengan penyertaan modal (musyarakah).
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama
dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan
perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai
syarat dari pelaksanaan akad syirkah.
B. Rumusan
Masalah
Didalam Makalah ini akan dibahas dua
masalah muamalah meliputi :
1. Pengertian dan Dasar
Hukum Mudharabah
2. Syarat
dan Rukun Mudharabah
3. Jenis-jenis Dan
Asas-asas Mudharabah
4. Asas-asas
Perjanjian Mudharabah
5. Sebab-sebab
Batalnya Mudharabah
6. Pengertian dan Landasan Akad
Musyarakah
7. Macam-macam
Akad Musyarakah
8. Syarat
dan Rukun Akad Musyarakah
9. Hukum Akad
Musyarakah
10. Perkara yang
membatalkan Akad Musyarakah
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Mudharabah
Mudharabah berasal
dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.
Sedangkan
pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama
untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihak yang lain menjadi
pengelolanya. Akad Mudharabah adalah salah satu bentuk
kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam berdagang.
Akad Mudharabah adalah
salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi untung dan
rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua
pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal,
disebut shohibul maal, sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung
jawab atas pengelolaan dana atau menajemen usaha halal tertentu,
disebut mudhorib.
Jadi akad mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik
dana atau modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana atau modal atau mudharib)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si
pengelola. Jika kerugian akibat dari kelalaian pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Sedangkan landasan
dasar akad mudharabah terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Al-Qur’an
... وءاخرون يضربون فى الأرض يبتغون من فضل الله
....
“…
dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT …” (al-Muzzammil: 20)
فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله ....
“Apabila
telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah SWT …” (al-Jumu’ah: 10)
ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا من ربكم ...
“Tidak
ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu ….......” (al-Baqarah:
198)
2. Al-Hadits
روى ابن عباس رضي الله عنهما انه قال : كان سيدنا العباس بن عبد
المطلب إذا دفع المال مضاربة اشترط على صاحبه أن لايسلك به بحرا ولاينزل به واديا
ولا يشترى به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله صلى الله
عليه و سلم فأجازه
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika memberikam dana
ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli
ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani)
عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ثلاث
فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخلاط البر بالشعير للبيت لا للبيع
Dari
Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan
untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
3. Ijma
Ibnu Syihab
pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari
kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara
Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia
mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal.
”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari
bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi
didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu orang pun
mengingkari dan menolaknya, maka hal itu merupakan ijma’ mereka tentang
kemubahan Mudharabah ini.
4. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan
ada yang kaya. Disitu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan
hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi
tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain
untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan meraka.
B. Syarat dan Rukun Mudharabah
Syarat
yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1. Harta
atau Modal
a. Modal harus
dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka
barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar
(atau sejenisnya).
b. Modal
harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal
harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan
dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang
menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus
dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat
dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal
kepada shahib al-mal.
3. Aqidani (dua orang yang akan akad)
Di syaratkan orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal
dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil,
sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan
orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di Negara islam.Adapun
ulama malikiyah memakhruhkan mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak
melakukan riba dan melarangnya jika meraka melakukan riba.
Rukun yang
harus dilaksanakan dalam akad Mudharabah adalah:
Menurut
madzhab Hanafiyah rukun mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan
dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda
setuju (terima) dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau
kontrak (qabul), jika pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan
ijab qabul, maka akad itu telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan
menurut Jumhur Ulama’ ada tiga rukun dari mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik
modal atau shahib al-maal dan pengelola dana atau pengusaha atau mudharib);
Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh(berumur 15 tahun) dan
bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili
dan mewakili.
2. Materi yang diperjanjikan atau
objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (maal), usaha (berdagang dan
lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3. Sighat, yakni serah atau
ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima atau ungkapan
menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul).
C. Jenis-jenis Mudharabah
Akad Mudharabah
dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah
Mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahib al-mal (penyedia
dana) dengan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia
dana melimpahkan kekuasaan yang sebesar-besarnya
kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi bank memiliki kebebasan
penuh untuk menyalurkan dana modal ini ke bisnis manapun yang
diperkirakan menguntungkan.
Penerapan
umum dalam produk ini adalah:
a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana
mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian
keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila
telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c. Tabungan Mudharabah dapat
diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjajian yang disepakati namun
tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
d. Untuk
tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan. Sebagai bukti
penyimpanan serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung.
2. Mudharabah
Muqayyadah (On Balance Sheet)
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah yang disertai
pembatasan penggunaan dana dari shahib al-mal untuk investasi-investasi
tertentu.
Jenis Mudharabah ini
merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini
adalah:
a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik
dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.
b. Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus diikuti oleh bank, wajib membuat akad yang mengatur persyaratan
penyaluran dana simpanan khusus.
c. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti
simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
Contoh
pengelolaan dana dapat diperintahkan untuk:
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan
dana lainnya.
b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi
penjualan cicilan, tanpa pinjaman, tanpa jaminan; atau
c. Mengharuskan pengelola dana untuk
melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
D. Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1. Perjanjian Mudharabah dapat
dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis maupun lisan. Namun,
sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan
agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian Mudharabah dapat
pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa mudharib,
dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-maal dan
beberapa mudharib.
3. Pada hakekatnya kewajiban utama shahib
al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah kepada mudharib. Bila
hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabahmenjadi tidak sah.
4. Shahib
al-maal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum
dan cakap diangkat sebagai wakil.
5. Shahib al-maal menyediakan
dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6. Mudharib berkewajiban mengembalikan
pokok dana investasi kepada shahib al-maal ditambah bagian dari
keuntungan shahib al-maal.
7. Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib
dipatuhi mudharib.
8. Shahib al-maal berhak
melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9. Shahib al-maal harus
menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan nisbah
(prosentase).
10. Mudharabah berakhir karena telah
tercapainya tujuan dari usaha tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam
perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka waktu
perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak,
yaitu shahib al-maal atau mudharib, atau karena salah satu pihak
memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri
perjanjian Mudharabah itu.
E. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat
sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi,
sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis
perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak
mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya
atas izin pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak
untuk diberi upah.
Semua laba yang
dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika
terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib
dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian
kecuali karena kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib sengaja
tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan
terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena
penyebab dari kerugian tersebut. Pengelola meninggal dunia atau pemilik
modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal.
3. Jika pemilik modal yang wafat, pihak
pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal
serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar
prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik
modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah
batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua.
Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal
tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.
Contoh
praktek mudharabah, Pak rizal merencanakan berdagang sayurn di sebuah kompleks
prunnas ”cahaya indah” untuk memulai
usahanya, pak rizal miminjam uang sebagi modal usaha pada bank islam sebanyak
Rp.1000.000.00 dengan perjanjian bagi hasil, yaitu pak rizal memperoleh bagian
keuntungan sebanyak 70 % dan bank mendapatkan hasil keuntungan sebanyak 30 %,
dengan masa pengembalian pinjaman sebulan.setelah persetujuan kedua belah pihak
disepakati dan ditanda tangani, pak rizal diberikan pinjaman uang tunai
sejumlah Rp.1000.000.00. pada hari pertama, pak rizal bersih sebesar Rp.50.000.00 pak rizak mencatat keuntungan
tersebut pada buku cacatan khusus. Pada pekan pertama, paka rizal telah
mengumpulkan keuntungan bersih sebanyak Rp.300.000.00 setiap inggu pak rizal
menyetor pada bank melalui mudharabah. Pada akhir bulan keuntungan bersih yang
diperoleh pak rizal sebanyal Rp.1.200.000.00 setelah pembagian hasil dengan
bank, pak rizal memperoleh Rp.8.40.000.00 (70 %) dan bank mendapatkan
keuntungan Rp.3.60.000.00 (30 %) tepat saat jatuh tempo,pak rizal mengembalikan
pijaman modal beserta keuntungan sebanyak Rp.1.360.000.00. pada bulan kedua,
pak rizal meneruskan pinjamannya dengan ketentuan yang sama insyallah, pada
bulan ketiga, pak rizal tidak perlu mminjan lagi uang untuk modal uasaha
selanjutnya, mengingat pak rizal sudah mendapatkan hasil keuntungan yang
memadai untuk menjalankan keberlangsungan usahanya.
F. Pengertian dan Landasan Akad Musyarakah
Istilah
lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah.
Menurut bahasa arab, syirkah berasal dari
kata syarika (fi’il madhi), yasyruku (fi’il
mudhari’), syarikan atau syirkatan atau syarikatan (masdar
atau kata dasar); yang artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al munawar)
menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau
lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya. Sedangkan pengertian syirkah secara
istilah, dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
1. Definisi menurut wahbah az
zuhaili, ialah:
“Kesepakatan dalam pembagian
hak dan usaha”
2. Definisi syirkah menurut
taqiyuddin abi bakr Muhammad al husaini, ialah:
“Ungkapan tentang penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk
dua orang atau lebih menurut cara yang telah diketahui”
3. Definisi syirkah menurut
sayyid sabiq, ialah:
“Akad antara dua orang dalam
(penanaman) modal dan (pembagian) keuntungan”.
Sedangkan landasan
dasar syari’ah Akad Musyarakah yaitu:
1. QS. Shad ayat 24
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ
بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُم
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain,
kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah
mereka ini…."
2. Hadis
riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata :
قال الله : انا ثالث الشركين مالم يخن احدهما صاحبه فاءذا خانه خرجت
من بينهما
“Allah
swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama
salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak
telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh
al-Hakim, dari Abu Hurairah).
G. Macam-macam Akad
Musyarakah
a. Syirkah al-milk (kerjasama non kontraktual),
mengimplikasikan kepemilikan bersama dan terjadi ketika dua atau lebih orang
secara kebetulan mendapatkan kepemilikan bersama beberapa aset tanpa melalui
persetujuan kerja sama. Contohnya yaitu seperti menerima hibah atau wasiat
secara bersama-sama.
1).
Syirkah milk ikhtiyar
Syirkah
milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua
orang yang bersekutu. Misalnya, Dua orang yang membeli, memberi, atau berwasiat
tentang sesuatu dan keduanya menerima maka jadilah pembeli, yang diberi, dan
yang diberi wasiat bersekutu diantara kedunya, yakni kerja sama milik.
2) Syirkah
milk al jabr
Syirkah
milk al jabr adalah kerja sama yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yng
bukan didasarkan atas perbuatan keduanya ( secara paksa). Misalnya,dua orang
mewariskan sesuatu maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka.
b.Syirkah al uqud menunjukkan
kebersamaan dua atau lebih orang untuk menjalankan suatu usaha yang bertujuan
membagi keuntungan dengan investasi bersama sebagai kelaziman pada periode
pembentukan kerjasama tersebut, berupa kerjasama dalam jumlah modal tertentu.Syirkah
‘uqud’ mempunyai empat bentuk, yaitu Syirkah ‘inan, mufawadah, wujuh, dan
abdan.
1. Syirkah al ‘Inan
Syirkah inan’ adalah persekutuan atau kerja sama antara dua orang
dalam harta milik untuk berdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau
kerugian bersma-sama. Kerja sama ini boleh dilakukan umat islam. Modal dan
pengolahannya tidk harus sama masing-masing pemodal dapat berbeda, yang satu
bisa lebih besar dari yang lainnya. Begitu juga dalam menikmati hasil berbeda,
bisa banyak dan bisa sedikit sesuai denga persetujan yang mereka buat bersama.
Menurut madzhab
Maliki dan Syafi’I, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal yang disetor, tanpa memandang
kinerja masing-masing mitra.
Hal itu senada dengan perkataan Ali bin Abi Thalib r.a: “keuntungan
harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proporsional
dengan modal mereka”.
Jika terjadi kerugian para
Ulama’ sepakat, bahwa kerugian harus dibagi diantara masing-masing mitra secara
proporsional terhadap saham masing-masing dalam modal. Jika modal syirkah rusak
sebelum dijalankanya akad, maka akad dinyatakan batal.
Madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa pembagian keuntungan
dapat berbeda diantara mitra, jika mereka membuatnya sebagai syarat dalam
kontrak. Argumentasi ini berdasarkan pada pandangan bahwa keuntungan adalah
buah dari interaksi antara modal dan kerja. Hal ini dikarenakan salah satu
mitra mungkin lebih berpengalaman, berkompeten ataupun expert dari
mitra yang lain.
2. Syirkah al Mufawadah
Syirkah muwafadah adalah
transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan
daam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, dan agama yang diaanut.
Ulama membolehkan kerja
sama ini dengan persamaan dan modal. Jika tidak, kerja ini menjadi batal. Nabi
SAW. Sangat mendukung kerja sama semacam ini karena akan membesarkan berkah.
3. Syirkah Al Wujuh
Syirkah Al Wujuh adah
kerja sama dua pemmimin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli
barang secara tidak kontan (kredit) dan akan menjualnya secara kontan. Kemudian
keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka dengan syrat tertentu.kerja
sama seperti ini menimbulkan dua pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang
tidak membolehkan.
a).Pendapat
yang tidak membolehkan adalah para ulama dari kalangan malikiyah,syafi’iyah,
dan immiyah. Mereka berlasan bahwa kerja sama ini sangat rentan terhadap
penipuan karena tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu.
b).Pendapat
yang membolehkan adalah ulama dari lingkungan hanafiyah, hambaliyah, dan
Zaidiah, beralasan bahwa kerja sama ( syirkah wujuh ) telah mengandung insur
adalah perwkilan dari seorang kepada partnernya dalm penjualan dan pembli.
4.
Syirkah Al-A’maal/abdan
Jika Syirkah
Al-A’maal dilakukan dengan dasar al Mufawadloh, maka setiap
mitra memiliki kewajiban yang sama, begitu juga ketika dibangun dengan
dasar al ‘Inan.Setiap mitra memiliki kewajiban untuk menangani bisnis atau
pekerjaan, begitu juga tanggung jawab yang melekat di dalamnya. Namun
demikian, al Mufawadloh dalam konteks ini tidak berlaku secara mutlak,
hanya berlaku dalam hal tanggung jawab dan penyelesaian pekerjaan, selebihnya
berlaku hukum al-‘Inan.
Pembagian keuntungan
dapat berbeda diantara mitra, jika mereka membuatnya sebagai syarat dalam
kontrak. Mitra diperbolehkan mendapatkan upah yang lebih sebanding dengan
tanggung jawab kerja yang diembannya. Begitu juga dengan pembagian resiko,
yakni sebanding dengan tanggung jawab kerja.
H. Syarat dan Rukun Akad Musyarakah
Dari segi hukumnya melakukan kerjasama dengan menggunakan sistem musyarakah
adalah suatu hal yang dibenarkan dalam Islam. Keabsahannya juga
bergantung pada syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Adapun
rukun musyarakah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah:
1. Shigat (lafal)
ijab dan qabul
2. Pelaku
akad, yaitu para mitra usaha
3. Obyek
akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).
Dalam
akad kerja sama musyarakah, pernyataan ijab qabul harus menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak. Pihak-pihak yang melakukan akad juga
harus cakap hukum seperti berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan. Selain itu juga setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
Selain itu juga setiap mitra kerja boleh mewakilkan kerjanya kepada mitra yang
lain dengan perjanjian yang disepakati bersama.
Sedangkan syarat Musyarakah secara umum adalah:
1. Harus
mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan
2. Pembagian keuntungan
tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada besar kecilnya modal atau
kewajiban.
3. Pembagian
keuntungan yang jelas.
I. Hukum Akad Musyarakah
Hukum Akad Musyarakah ada kalanya shahih
ataupun fasid. Akad Musyarakah fasid adalah akad syirkah dimana salah satu syarat
yang telah disebutkan tidak dipenuhi,
jika semua syarat terpenuhi, maka syirkah tersebut dinyatakan shahih.
J. Perkara yang membatalkan Akad
Musyarakah
Akad syirkah atau Musyarakah merupakan
akad yang diperbolehkan dan tidak mengikat (jaiz ghairi lazim), masing-masing
mitra memiliki hak untuk menghentikan kontrak. Pada prinsipnya,
kontrak Musyarakah akan berhenti jika salah satu mitra menghentikan
kontrak, atau meninggal dunia atau modal yang ditanamkan mengalami kerugian.
Mayoritas ulama kecuali Madzhab Maliki berpendapat bahwa tiap mitra berhak
untuk menghentikan kontrak kapan saja ia kehendaki. Selain itu,
akad syirkah juga bisa batal karena:
1) Salah satu mitra meninggal dunia, murtad,
atau mengalami gangguan jiwa (gila).
2) Dalam akad Syirkah al Amwal, akan menjadi
batal jika modal (ra’sul maal) mengalami kehancuran.
3) Dalam akad
al mufawadlah, akan menjadi batal jika tidak ada persamaan dalam kontribusi
modal, pembagian keuntungan, pekerjaan ataupun tanggung jawab dan kewajiban
finansial lainnya.
BAB II
PENUTUP
kesimpulan
Mudharabah adalah
salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan kepada nasabah dalam
suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis,
yaitu:Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam
sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan
menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
Ø Menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad
(pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan
atau objek yang diakadkan
3. Sighat (ijab-qabul)
Ø Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah On
Balance Sheet
Ø Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat
sahnya Mudharabah
2. Pengelola atau
mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal
3. Pengelola meninggal dunia
atau pemilik modalnya
Akad musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Macam-macam Akad Musyarakah itu ada dua :
1. Syirkah al uqud
2. Syirkah al-milk
Hukum Akad Musyarakah
1. Syirkah al ‘Inan
2. Syirkah al Mufawadah
a. Syirkah Al Wujuh
b. Syirkah Al-A’maal/abdan
DAFTAR PUSTAKA
Ø
M. Rizal qosim.pengalaman fikih jilid 1 untuk kelas xi
madraah aliyah (yogyakarta:pustaka mandiri,2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar