l Bentuk surat gugatan dan permohonan oleh mijratun | AHYADIN RITE AMBALAWI Islam Mosque 3
TERIMAKASIH BANYAK ATAS KUNJUNGAN ANDA SEMOGA BERMANFAAT
 

Selasa, 30 April 2019

Bentuk surat gugatan dan permohonan oleh mijratun

MAKALAH 
ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA
Tentang : Bentuk Surat Gugatan Dan Permohonan


Di susun oleh :
Mijratun
“Makalah ini diajukan kepada dosen pengampu
Sebagai salah satu syarat memperoleh nilai tugas
mata kuliah administrasi peradilan agama

Dosen pengampu
Syarif Hidayatullah Sh.Mh.

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) MUHAMMADIYAH
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
BIMA
2019

KATA   PENGANTAR

            Segala puji dan syukur kita sampaikan kehadirat ALLAH SWT, Shalawat serta salam yang di sampaiakan kepada junjungan kita kepada nabi besar Muhammad Saw. Serta sahabat dan keluarga, Seiring langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke dalam alam yang berilmu pengetahuan.
  Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah ADMINISTRASI PERADILAN AGAM pada program studi dan dengan ini penulis menganggakat judul “Bentuk surat gugatan/ permohonan, Bentuk teori gugatan, macam-macam gugatan (vordering), da nisi gugatan/ permohonan
                         Dalam menulis makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih  jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bentuk Surat Gugatan/Permohonan
1.    Bentuk Lisan
Pasal 120 HIR/ R.Bg menyatakan bilamana penggugat tidak dapat menulis,maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada ketua pengadilan.ketua pengadilan tersebut membuat catatan atau menyuruh membuat catatan tentang gugatan itu.dan dalam R.Bg menyatakan bahwa gugatan secara lisan ,tidak boleh dilakukan oleh orang yang dikuasakan.
  Tujuan memberikan kelonggaran gugatan secara lisan,untuk membuka kesempatan kepada para rakyat pencari keadilan yang buta aksara membela dan mempertahankan hak-haknya .menghadapi kasus yang seperti ini fungsi pengadilan untuk membrikan bantuan sebagaimana yang digariskan dalam pasal 119 HIR atau pasal 143 ayat 1 R.Bg jo  Pasal 58 143 ayat 2 UU NO.7 tahun 1989. Dalam memberi bantuan memfomulasikan gugat lisan yang di sampaikan,ketua pengadilan tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan yang di kehendaki penggugat.
Untuk menghindari hal diatas ,maka hakim atau pegawai pengadilan yang ditunjuk oleh ketua pengadilan dalam merumuskan gugatan lisan dalam bentuk surat gugatan dapat melaksanakan langkah-langkah berikut;yaitu mencatat segala kejadian dalam peristiwa sekitar tuntutan yang di minta oleh penggugat,kemudian merumuskan dalam surat gugatan yang mudah dipahami;gugatan yang telah di rumuskan dalam sebuah surat gugatan itu dibacakan kepada penggugat,apakah segala hal yang menjadi sengketa dan tuntutan telah sesuai dengan kehendak penggugat,maka surat gugatan itu ditandatangani oleh hakim atau pegawai pengadilan yang merumuskan gugatan tersebut.
2.      Bentuk tertulis
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan  dalam bentuk tertulis.hal ini ditegaskan dalam pasal 118 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa; ‘’gugatan perdata ,yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri,harus di masukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak di ketahui tempat diamya,tempat tinggal sebetulnya.
Mengenai gugatan tertulis selain dijelaskan dalam HiR, juga dijelaskan dalam R.Bg pasal 142 ayat  (1) yang menyatakan bahwa; ‘gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh seseorang kuasanya  yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat,atau jika tempat tinggalnya tidak di ketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.
Menurut kedua pasal di atas,gugatan perdata harus dimasukkan kepada pengadilan dengan surat permintaan  yang ditandatangani  oleh penggugat atau kuasanya.

B.     Bentuk teori gugatan
1.    Teori substantieringstheorie.menurut teori tersebut dalam surat gugatan harus  disebutkan dalam surat gugatan harus disebutkan dan diuraikan rentetan kejadian yang nyata yang menjadi dasar gugatan itu.misalnya; tidak cukup hanya menyebutkan penggugat adalah pemilik barang,melainkan harus juga disebutkan bagaimana cara penggugat memiliki barang tersebut,apakah telah membelinya atau didapat karena waris atau hibah.teori tersebut di anut oleh reglement op de rechtvordering (Rv) karena surat gugatan harus lengkap ,jelas dan sistematis.
2.    Teori individualiseringstringstheorie. Menurut teori tersebut kejadian-kejadian yang di sebutkan dalam surat gugatan cukup menunjukkan adanya hubungan hokum yang menjadi dasar tuntutan,sedangkan sejarah terjadinya kejadian tidak perlu di sebutkan sekaligus dalam surat gugatan karena hal tersebut dapat di kemukakan dalam persidangan di sertai dengan pembuktian.teori tersebut dianut dalam herlizen inlandsch reglement (HIR)/Rechtengewesten (RBg), karena berencana tidak harus tertulis .surat gugatan tidak ada keharusan dalam bentuk tertentu.

C.     Macam-Macam Gugatan (Vordering)
1.      Tuntutan perorangan (personlijk) obyeknya adalah tuntutan pemenuhan ikatan karena atas dasar persetujuan dan undang-undang.

2.      Tuntutan kebendaan (zakelijk)yaitu suatu penuntutan penyerahan suatu barang sebagai obyek dari pada hak benda atau pengakuan hak benda.

3.      Tuntutan campuran (gabungan antara personlijk dan zakelijk) adalah campuran dari tuntutan, perorangan dengan kebendaan, penggolongan tersebut dapat dilihat dalam dictum (bagian terakhir dari suatu putusan dan merupakan kalimat di bawah mengadili.

D.    Isi Gugatan /Permohonan
1.      Identitas para pihak ,yang meliputi; nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama, pekerjaan dan tempat tinggal.bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui hendaknya di tulis,’’ dahulu bertempat tinggal di…..tetapi sekarang tidak diketahui tempat tinggalnya di Indonesia, dan kewarganegaraan (bila perlu). Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan perkara itu harus di sebut secara jelas tentang kedudukanya dalam perkara, apakah sebagai penggugat, tergugat, turut tergugat, pelawan, terlawan, pemohon atau termohon. Dalam praktik di kenal pihak yang disebut turut tergugat di maksudkan untuk mau tunduk trehadap putusan pengadilan. sedangkan istilah turut penggugat tidak di kenal. Untuk menentukan tergugat sepenuhnya menjadi otoritas .

2.      Fundamental petendi (posita), yaitu penjelasan tentang keadaan /peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang  di jadikan dasar atau alasan  gugat. Posita memuat dua bagian, yaitu:
a.       Alasan yang berdasarkan fakta /peristiwa hukum, dan
b.      Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan  merupakan keharusan .hakimlah yang harus melengkapinya dalam putusan nantinya.

3.      Petitum (tuntutan), menurut pasal 8 NO.3 R.Bg. ialah apa yang diminta atau yang di harapkan oleh penggugat agar di putuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum akan di jawab oleh majelis hakim dalam amar putusanya. Petitum harus berdasarkan hukum dan harus pula di dukung oleh posita. Pada prinsipnya posita yang tidak di dukung oleh petitum (tuntutan) berakibat tidak di terimanya tuntutan, pun sebaliknya petitum/tuntutan yang tidak di dukung oleh posita berakibat tuntutan penggugat di tolak.
 Mekanisme petitum atau tuntutan dapat di klasifikasikan kedalam bagian 3 pokok, yaitu:
a.       Tuntutan primer (pokok) merupakan tuntutan yang sebenarnya di minta penggugat, dan hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta (dituntut)
b.      Tuntutan tambahan, merupakan tuntutan pelangkap dari pada tuntutan pokok, seperti dalam hal perceraian berupa tuntutan pembayaran nafkah. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
AHYADIN RITE AMBALAWI © 2016-2020