MAKALAH
ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA
Tentang : Bentuk Surat Gugatan Dan Permohonan
Di
susun oleh :
Mijratun
“Makalah ini diajukan kepada dosen
pengampu
Sebagai salah satu syarat
memperoleh nilai tugas
mata kuliah administrasi peradilan agama”
Dosen pengampu
Syarif Hidayatullah Sh.Mh.
INSTITUT AGAMA ISLAM
(IAI) MUHAMMADIYAH
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
BIMA
2019
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kita sampaikan kehadirat ALLAH SWT, Shalawat serta salam yang
di sampaiakan kepada junjungan kita kepada nabi besar Muhammad Saw. Serta
sahabat dan keluarga, Seiring langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama
Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke dalam
alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata
kuliah ADMINISTRASI PERADILAN AGAM pada program studi dan dengan ini penulis
menganggakat judul “Bentuk surat gugatan/ permohonan, Bentuk teori gugatan,
macam-macam gugatan (vordering), da nisi gugatan/ permohonan
Dalam menulis makalah
ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isinya. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Bentuk Surat Gugatan/Permohonan
1.
Bentuk Lisan
Pasal 120 HIR/ R.Bg menyatakan bilamana penggugat
tidak dapat menulis,maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada ketua
pengadilan.ketua pengadilan tersebut membuat catatan atau menyuruh membuat
catatan tentang gugatan itu.dan dalam R.Bg menyatakan bahwa gugatan secara
lisan ,tidak boleh dilakukan oleh orang yang dikuasakan.
Tujuan
memberikan kelonggaran gugatan secara lisan,untuk membuka kesempatan kepada
para rakyat pencari keadilan yang buta aksara membela dan mempertahankan
hak-haknya .menghadapi kasus yang seperti ini fungsi pengadilan untuk membrikan
bantuan sebagaimana yang digariskan dalam pasal 119 HIR atau pasal 143 ayat 1
R.Bg jo Pasal 58 143 ayat 2 UU NO.7
tahun 1989. Dalam memberi bantuan memfomulasikan gugat lisan yang di
sampaikan,ketua pengadilan tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan yang
di kehendaki penggugat.
Untuk menghindari hal diatas ,maka hakim atau pegawai
pengadilan yang ditunjuk oleh ketua pengadilan dalam merumuskan gugatan lisan
dalam bentuk surat gugatan dapat melaksanakan langkah-langkah berikut;yaitu
mencatat segala kejadian dalam peristiwa sekitar tuntutan yang di minta oleh
penggugat,kemudian merumuskan dalam surat gugatan yang mudah dipahami;gugatan
yang telah di rumuskan dalam sebuah surat gugatan itu dibacakan kepada
penggugat,apakah segala hal yang menjadi sengketa dan tuntutan telah sesuai
dengan kehendak penggugat,maka surat gugatan itu ditandatangani oleh hakim atau
pegawai pengadilan yang merumuskan gugatan tersebut.
2.
Bentuk tertulis
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis.hal ini ditegaskan
dalam pasal 118 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa; ‘’gugatan perdata ,yang
pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri,harus di masukkan dengan
surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut
pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat
bertempat diam atau jika tidak di ketahui tempat diamya,tempat tinggal
sebetulnya.
Mengenai gugatan tertulis selain dijelaskan dalam HiR,
juga dijelaskan dalam R.Bg pasal 142 ayat
(1) yang menyatakan bahwa; ‘gugatan-gugatan perdata dalam tingkat
pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh seseorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan
dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau
oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang
menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat,atau jika tempat tinggalnya
tidak di ketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.
Menurut
kedua pasal di atas,gugatan perdata harus dimasukkan kepada pengadilan dengan
surat permintaan yang
ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.
B.
Bentuk
teori gugatan
1.
Teori
substantieringstheorie.menurut teori tersebut dalam surat gugatan harus disebutkan dalam surat gugatan harus
disebutkan dan diuraikan rentetan kejadian yang nyata yang menjadi dasar
gugatan itu.misalnya; tidak cukup hanya menyebutkan penggugat adalah pemilik
barang,melainkan harus juga disebutkan bagaimana cara penggugat memiliki barang
tersebut,apakah telah membelinya atau didapat karena waris atau hibah.teori
tersebut di anut oleh reglement op de rechtvordering (Rv) karena surat gugatan
harus lengkap ,jelas dan sistematis.
2.
Teori
individualiseringstringstheorie. Menurut teori tersebut kejadian-kejadian yang
di sebutkan dalam surat gugatan cukup menunjukkan adanya hubungan hokum yang
menjadi dasar tuntutan,sedangkan sejarah terjadinya kejadian tidak perlu di
sebutkan sekaligus dalam surat gugatan karena hal tersebut dapat di kemukakan
dalam persidangan di sertai dengan pembuktian.teori tersebut dianut dalam
herlizen inlandsch reglement (HIR)/Rechtengewesten (RBg), karena berencana
tidak harus tertulis .surat gugatan tidak ada keharusan dalam bentuk tertentu.
C.
Macam-Macam
Gugatan (Vordering)
1.
Tuntutan
perorangan (personlijk) obyeknya adalah tuntutan pemenuhan ikatan karena atas
dasar persetujuan dan undang-undang.
2.
Tuntutan
kebendaan (zakelijk)yaitu suatu penuntutan penyerahan suatu barang sebagai
obyek dari pada hak benda atau pengakuan hak benda.
3.
Tuntutan
campuran (gabungan antara personlijk dan zakelijk) adalah campuran dari
tuntutan, perorangan dengan kebendaan, penggolongan tersebut dapat dilihat
dalam dictum (bagian terakhir dari suatu putusan dan merupakan kalimat di bawah
mengadili.
D.
Isi
Gugatan /Permohonan
1.
Identitas
para pihak ,yang meliputi; nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama, pekerjaan
dan tempat tinggal.bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui hendaknya
di tulis,’’ dahulu bertempat tinggal di…..tetapi sekarang tidak diketahui
tempat tinggalnya di Indonesia, dan kewarganegaraan (bila perlu). Pihak-pihak
yang ada sangkut pautnya dengan perkara itu harus di sebut secara jelas tentang
kedudukanya dalam perkara, apakah sebagai penggugat, tergugat, turut tergugat,
pelawan, terlawan, pemohon atau termohon. Dalam praktik di kenal pihak yang
disebut turut tergugat di maksudkan untuk mau tunduk trehadap putusan
pengadilan. sedangkan istilah turut penggugat tidak di kenal. Untuk menentukan
tergugat sepenuhnya menjadi otoritas .
2.
Fundamental
petendi (posita), yaitu penjelasan tentang keadaan /peristiwa dan penjelasan
yang berhubungan dengan hukum yang di
jadikan dasar atau alasan gugat. Posita memuat
dua bagian, yaitu:
a.
Alasan
yang berdasarkan fakta /peristiwa hukum, dan
b. Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi
hal ini bukan merupakan keharusan
.hakimlah yang harus melengkapinya dalam putusan nantinya.
3. Petitum (tuntutan), menurut pasal 8 NO.3
R.Bg. ialah apa yang diminta atau yang di harapkan oleh penggugat agar di
putuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum akan di jawab oleh majelis hakim
dalam amar putusanya. Petitum harus berdasarkan hukum dan harus pula di dukung
oleh posita. Pada prinsipnya posita yang tidak di dukung oleh petitum
(tuntutan) berakibat tidak di terimanya tuntutan, pun sebaliknya
petitum/tuntutan yang tidak di dukung oleh posita berakibat tuntutan penggugat
di tolak.
Mekanisme petitum atau tuntutan dapat di
klasifikasikan kedalam bagian 3 pokok, yaitu:
a. Tuntutan primer (pokok) merupakan
tuntutan yang sebenarnya di minta penggugat, dan hakim tidak boleh mengabulkan
lebih dari apa yang diminta (dituntut)
b. Tuntutan tambahan, merupakan tuntutan
pelangkap dari pada tuntutan pokok, seperti dalam hal perceraian berupa
tuntutan pembayaran nafkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar